Namun, ia mengingatkan, pelaksanaan pilkada langsung saat ini sudah cukup mengejawantahkan keinginan masyarakat dalam mencari pemimpin bagi daerahnya masing-masing.
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan, apapun mekanisme penyelenggaraannya, pilkada akan tetap berada di bawah pengawasan Bawaslu.
"Apa pun pilihannya, kan kami sebagai pelaksana undang-undang melakukan apa yang diwajibkan kepada kami," kata Fritz.
Biaya yang tinggi menjadi salah satu persoalan dalam pelaksanaan pilkada langsung. Hal itu tidak terlepas dari praktik politik uang yang terjadi selama proses pilkada berjalan.
Berkaca dari pelaksanaan Pemilu 2019, Bawaslu sejauh ini telah menangani ratusan kasus dugaan pelanggaran pemilu.
Hasilnya, 380 laporan diputuskan sebagai pelanggaran pemilu dan 45 kasus lainnya diputuskan sebagai tindakan politik uang.
"Penindakan politik uang itu sudah terjadi, dan peran Bawaslu dalam melakukan fungsi penindakan sudah dilakukan dengan berbagai inovasi penindakan pelanggaran," kata Fritz.
Baca juga: Tito Sebut Pilkada Langsung Banyak Mudarat, Bawaslu Klaim Sudah Bekerja Baik
Praktik politik berbiaya tinggi dikhawatirkan menimbulkan praktik pidana lainnya yang mungkin akan dilakukan oleh oknum kepala daerah yang ingin mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.
Oleh karena itu, Tito menilai, perlu adanya perbaikan sistem pilkada langsung agar tidak menimbulkan dampak negatif di kemudian hari.
"Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi, biar tidak terjadi OTT lagi," kata dia.
Di sisi lain, Arsul menyarankan, perlu adanya penelitian empiris mengenai dampak positif dan negatif dari pelaksanaan pilkada langsung. Penelitian ini perlu dilakukan sebelum pemerintah dan DPR mengambil langkah yang lebih jauh.
Baca juga: Golkar Tetap Konstisten Dukung Pilkada Langsung
Meski pun nantinya sistem pilkada akan berubah menjadi tidak langsung, ia menambahkan, tidak perlu seluruh wilayah menerapkan sistem yang sama.
"Ada yang enggak langsung, misalnya pilgub (pemilihan gubernur). Yang langsung adalah pilbub (pemilihan bupati) dan pilwakot (pemilihan wali kota)," kata Arsul.
"(Kenapa) karena rezim otda (otonomi daerah) yang dianut pemerintahan kita titik beratnya pada kabupaten kota, bukan provinsi," imbuh dia.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Fitria Chusna Farisa, Haryanti Puspa Sari, Rakhmat Nur Hakim)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.