JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, komisinya memiliki komitmen untuk membantu penuntasan 12 kasus HAM berat, agar tidak terjadi impunitas.
Taufik mengatakan, pihaknya akan segera menggelar rapat gabungan dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kementerian Hukum dan HAM dan Jaksa Agung untuk memberikan solusi penuntasan kasus-kasus tersebut.
"Nah, di komisi III kita sudah agendakan agar ada rapat gabungan antara Kejaksaan Agung, Komnas HAM dan Kemenkumham, salah satunya adalah kita cari jalan keluarnya (kasus HAM berat), tanggal 21(November rapat gabungan)," kata Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Baca juga: Komnas HAM: Jaksa Agung Tak Paham Mekanisme Penuntasan Kasus HAM Berat
Taufik mengatakan, ia memahami kesulitan kejaksaan untuk meningkatkan penyidikan terhadap 12 kasus HAM tersebut, karena sistem pembuktian kasus masih konvensional.
Oleh karena itu, kata dia, rapat gabungan tersebut akan mencari jalan alternatif lain.
"Memang harus dicari jalan kalau memang bukti-bukti yang sulit, kita cari alternatif lain. tetapi kalau buktinya cukup bisa dan yakin, kita bawa ke pengadilan itu akan jauh lebih baik," ujar Taufik.
"Tetapi itu tadi jangan sampai kita hanya sekedar ingin pengadilan berjalan, padahal faktanya lemah. Ya itu yang harus kita pikirkan termasuk juga diskusi dengan para korban," lanjut dia.
Taufik mengatakan, Fraksi Nasdem mendorong pembuatan Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsoliasi (RUU KKR) yang dinilai mampu menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu.
Baca juga: Di Komisi III, Jaksa Agung Sebut Berkas Penyelidikan Kasus HAM Berat Belum Lengkap
"Saya usulkan kita mempercepat RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKN), ini kan ada suatu proses yang memang bukan yudisial tetapi dia berdasarkan praktik-praktik terbaik di berbagai negara, mampu menyelesaikan keadilan internasional, masa transisi keadilan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu," ujar dia.
Lebih lanjut, Taufik mengatakan, pihaknya mendorong agar RUU KKR masuk ke dalam Program legislasi Nasional (Prolegnas).
"Nasdem mendorong percepatan terhadap RUU KKR masuk Prolegnas dan bisa dilakukan pembahasan dengan komisi III," pungkasnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengusulkan perubahan regulasi terkait ketentuan dalam menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Pasalnya, dari 15 kasus pelanggaran HAM berat yang ditangani Kejaksaan Agung, hanya tiga yang berhasil dituntaskan.
Baca juga: Jaksa Agung Ingin Selesaikan Kasus HAM, Komnas HAM: Langsung Saja Buat Tim
"Opsi penanganan pelanggaran HAM berat di Indonesia, untuk mencapai kepastian hukum, maka perlu ditinjau kembali regulasi ketentuan penyelesaian perkaranya," ujar Burhanuddin dalam Rapat Kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Burhanuddin tidak menjelaskan secara spesifik saat memaparkan hambatan regulasi dalam rapat kerja tersebut.
Namun, ia mengatakan, bahwa mekanisme pembuktian kasus HAM berat tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dengan demikian, keterangan seorang saksi tidak dapat dijadikan alat bukti kecuali adanya alat bukti lain seperti keterangan ahli forensik, hasil uji balistik dan dokumen terkait lainnya.
"Pembuktian peristiwa pelanggaran HAM berat tunduk pada KUHAP. Keterangan seorang saksi tidak dapat dijadikan alat bukti, kecuali didukung alat bukti lain. Misalnya ahli forensik, uji balistik, dokumen terkait dan sebagainya," kata Burhanuddin.
Baca juga: Jokowi Dinilai Kurang Berkomitmen atas Penyelesaian Kasus HAM
Adapun, terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan. Sebanyak 8 kasus terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Kedelapan kasus itu, yakni Peristiwa 1965, peristiwa Penembakan Misterius (Petrus), Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II tahun 1998, peristiwa Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Simpang KKA, Oeristiwa Rumah Gedong tahun 1989, Peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.
Sedangkan empat kasus lainnya yang terjadi sebelum terbitnya UU Pengadilan HAM, yakni peristiwa Wasior, Wamena dan Paniai di Papua serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.