Sebagai mantan Kapolri, ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Baca juga: Cak Imin: Pilkada Langsung Awal Muasal Politik Uang
Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.
"Banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata dia.
Tito berpandangan bahwa mudarat pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari pilkada langung.
"Laksanakan riset akademik. Riset akademik tentang dampak negatif dan positif pemilihan pilkada langsung. Kalau dianggap positif, fine. Tapi bagaiamana mengurangi dampak negatifnya? Politik biaya tinggi, bayangin," kata Tito.
Baca juga: Tito Sebut Pilkada Langsung Banyak Mudarat, Bawaslu Klaim Sudah Bekerja Baik
Tito tidak menjawab saat ditanya apakah kajian tersebut nantinya akan mengarah pada wacana pilkada tidak langsung atau dipilih melalui DPRD.
Yang pasti menurutnya saat ini perlu perbaikan dari sistem pilkada langsung agar tidak terlalu banyak menimbulkan dampak negatif.
"Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi biar tidak terjadi OTT lagi," pungkas dia.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan