KOMPAS.com - Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri P Lubis menegaskan, radikalisme dan terorisme tidak bisa dinilai dari apa yang dikenakan seseorang.
"Kita menilai seseorang bukan dari penampilan fisiknya," ujar Hendri dalam kegiatannya di Kepulauan Riau di Batam, Kamis (7/11/2019), sebagaimana dikutip Antara.
"Yang paling bahaya adalah pemikirannya. Radikal dalam pemikiran, radikal dalam sikap, dan radikal dalam tindakan," lanjut dia.
Baca juga: Dikritik Komisi VIII soal Radikalisme, Menteri Agama: Semua Boleh Beri Masukan
Hendri pada acara itu yang menghadirkan 105 tenaga pengajar tingkat PAUD, TK, SD, SMP/Sederajat ini meluruskan persepsi yang salah tentang ciri penganut radikal terorisme yang selama ini menjadi perdebatan berbagai kalangan.
Hendri mengatakan, menilai seseorang sebagai teroris dan radikal hanya dari jenggot, cadar maupun celana cingkrang adalah pemikiran yang sederhana dan keliru.
Baca juga: BKN Sebut Topik Radikalisme Tidak Masuk dalam SKD CPNS 2019
Ia menyebutkan kasus terorisme di kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Januari 2016. Pada peristiwa itu, pelaku teror mengenakan celana jeans, kaos, dan topi.
Oleh sebab itu, mantan Dansatinterl BAIS TNI ini menyatakan, tidak ada korelasi yang kuat antara pakaian yang dikenakan dengan ideologi seseorang.
"Artinya, seseorang yang memakai celana cingkrang, jenggot dan cadar bukan ciri pelaku terorisme," ujar Hendri.