JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Executive General Manager Divisi Airport Maintenance Angkasa Pura (AP) II Marzuki Battung menilai, PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), di bawah kepemimpinan Darman Mappangara, tak punya kemampuan mengerjakan proyek semi baggage handling system (BHS) untuk 6 bandara.
Penilaian itu diungkap jaksa KPK Ikhsan Fernandi saat membaca keterangan Marzuki dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di persidangan terdakwa Taswin Nur.
Taswin merupakan orang dekat Darman yang menjadi terdakwa kasus dugaan suap terkait proyek semi BHS tersebut.
Baca juga: Saksi: Eks Dirkeu AP II Sebut PT INTI Pernah Punya Rapor Merah
"Saksi dalam BAP katakan, untuk pekerjaan semi BHS ini Darman agak kesulitan mencari vendor x-ray," ungkap jaksa Ikhsan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
"Dan saat itu Darman saya kenalkan dengan vendor x-ray. Pada saat itu saya mengetahui Darman dan PT INTI tidak punya kemampuan untuk mengerjakan semi BHS," sambungnya.
Dalam keterangannya, Marzuki juga menyebut bahwa Andra pernah menyampaikan PT INTI punya rapor merah.
"Kan dibilang (Andra) rapor INTI merah, sinergi BUMN ada, tolong opportunity-nya yang ada. Mungkin (maksud rapor merah) keuangannya mungkin itu, progress keuangannya enggak bagus," kata Marzuki mengonfirmasi keterangannya dalam BAP.
Baca juga: Eks Direktur Keuangan PT AP II Disebut Terima Suap 71.000 Dollar AS dan 96.700 Dollar Singapura
Marzuki dalam keterangannya menyebutkan bahwa Andra memintanya untuk membantu Darman mendapatkan pekerjaan di PT AP II.
Menurut Marzuki, pada tanggal 4 Juli 2018 digelar pertemuan antara dirinya, Andra dan Darman.
Pada pertemuan tersebut, Marzuki menyampaikan bahwa pada awalnya ia menginformasikan proyek Visual Docking Guidance System (VDGS) dan Bird Strike Detterence.
Namun, kata dia, pembicaraan bergeser ke pengadaan semi BHS. Dalam perkembangannya, Marzuki menyadari bahwa PT INTI saat itu tak punya kemampuan mengerjakan proyek itu.
Baca juga: Kasus Baggage-Handling System AP II, KPK Panggil Sopir Dirut PT INTI
Tetapi, karena diperintah Andra untuk membantu Darman, Marzuki menginformasikan bahwa proyek semi BHS itu dilimpahkan ke anak perusahaan AP II, Angkasa Pura Propertindo (APP).
"Saksi dalam BAP mengatakan, tanggal 14 juli 2018 Darman mengajak saya di ruangan Andra Agussalam. Tapi saya sampaikan ke Darman untuk anggaran semi BHS yang rencananya dikerjakan INTI sedang dilakukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Betul itu keterangan saksi?" tanya jaksa Ikhsan.
"Betul," jawab Marzuki.
Baca juga: Diduga Suap Direktur PT AP II, Dirut PT INTI Gunakan Sandi Buku dan Dokumen
Dalam perkara ini, Taswin didakwa memberi suap sebesar 71.000 dollar Amerika Serikat (AS) dan 96.700 dollar Singapura ke Andra.
Taswin didakwa menyuap Andra bersama-sama dengan Darman. Adapun Darman dan Andra saat ini masih berstatus sebagai tersangka.
Menurut jaksa, pemberian tersebut bertujuan agar Andra mengupayakan PT INTI menjadi pelaksana pekerjaan dalam pengadaan dan pemasangan semi baggage handling system untuk 6 bandara.
Baca juga: KPK Tahan Eks Dirut PT INTI Darman Mappanggara
Uang tersebut juga demi proses kontrak pekerjaan antara PT Inti dan PT Angkasa Pura Propertindo (APP) dan pembayaran serta penambahan uang muka cepat terlaksana.
Menurut jaksa, pada tanggal 26 Juli 2019, atas perintah Darman, Taswin menyerahkan uang ke Andra sebesar 53.000 dollar AS.
Tanggal 27 Juli 2019, Taswin atas perintah Darman kembali menyerahkan uang ke Andra sebesar 18.000 dollar AS.
Tanggal 31 Juli 2019, dengan perintah yang sama, menyerahkan uang ke Andra sebesar 96.700 dollar Singapura.