JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memastikan akan genjot subsektor akuakultur. Subsektor yang selama ini membuat Presiden Joko Widodo 'gregetan' lantaran kurang dimaksimalkan.
Edhy berpendapat, salah satu penyebab minimnya kontribusi akuakultur karena belum terjangkaunya komponen secara menyeluruh.
Seperti pemberdayaan nelayan, pembudidayaan pengolah ikan, hingga petambak garam.
Baca juga: Kaji Ulang Cantrang, Edhy Prabowo: Musuh Utama Kita Bukan Nelayan...
Padahal, jika dimaksimalkan dengan baik, subsektor tersebut dapat menciptakan pertumbuhan industri akuakultur nasional.
"Subsektor akuakultur akan menjadi ujung tombak KKP dalam memberikan kontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional," ujar Edhy dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (6/11/2019).
Untuk mengatasi kelambanan pertumbuhan ekonomi dari akukultur, Edhy telah mendapat tugas dari Jokowi.
Yakni berupa memperbaiki komunikasi antara nelayan dan pelaku usaha dan membangun sentra produksi budidaya ikan.
Edhy menilai, akan ada kontribusi terhadap devisa negara. Jika, pembenahan dua aspek itu berimplikasi terciptanya lapangan pekerjaan.
Di sisi lain, pihaknya juga akan menyempurnakan kebijakan sepeninggalan Susi Pudjiastuti guna mempercepat target pertumbuhan akulturasi nasional.
"Saya sangat yakin dapat menambah devisa negara dengan menambah jumlah lapangan kerja baru di negeri ini. Kami siap merevisi beberapa aturan yang memberatkan masyarakat," jelasnya.
Edhy menyinggung adanya larangan penanganan benih lobster.
Baca juga: Edhy Prabowo: Masalah Laut Bukan Rumit Kayak Harus Menerbangkan Apollo ke Bulan
Peraturan yang dimaksud Edhy adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah NKRI.
Poin yang menjadi perhatian yakni Pasal 7 yang menyebut bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budi daya.
Ia mengklaim, larangan penanganan benihobster banyak dikeluhkan masyarakat.
Dia berpendapat, aturan tersebut semata-mata hanya untuk mengendalikan penyelundupan ekspor benih lobster ke luar negeri.
Penyebabnya karena nilai jual benih lobster di dalam negeri tergolong masih rendah. Untuk meningkatkan nilai jual benih lobster, maka perlu adanya perbaikan aturan.
Menurutnya, aturan larangan penjualan benih lobster membuat negara kehilangan penambahan devisa.
“Lalu, ditanya bagaimana kalau untuk kepentingan budidaya? Nah, ini saya kira yang perlu dicari jalan keluar. Misalnya, bisa dibudidayakan, tapi di lokasi yang sama di tempat penangkapan benih," katanya.
"Kalau alasannya ketersediaan benih yang tidak cukup, mungkin kita bisa bikin aturannya, tidak harus satu kabupaten atau satu provinsi, mungkin tiga provinsi bersatu bikin kawasan budidaya, yang penting ada perjanjian dan keyakinan," sambungnya.
Adapun pencapaian akuakultur pada lima tahun terakhir terbilang cukup positif.
Berdasarkan data KKP, pendapatan pembudidaya naik dari Rp 3,3 juta per bulan menjadi Rp 3,6 juta per bulan di 2018.
Angka nilai tukar pembudidaya ikan (NTPI) juga melonjak dari sekitar 99 di 2014 menjadi 102,9 pada 2018.
"Capaian positif di atas memang belum optimal. Tentu dengan semangat baru Pak Menteri, kinerja ini akan terus kita tingkatkan,” terabg Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto.
Ia menyatakan, salah satu strategi yang akan dilakukan yakni mempercepat pengembangan akuakultur berbasis kawasan di daerah-daerah potensial.
Baca juga: Menteri Edhy Prabowo Bagikan 1,2 Ton Ikan Bakar di Bandung
Salah satu contohnya adalah kerja sama pengembangan akuakultur antara Gorontalo, Buol, Bolaang Mongondow Utara, dan Bone Bolango.
Lima daerah itu tergabung dalam Badan Kerjasama Utara-Utara (BKSU).
Ia berharap, semakin banyak daerah lain yang akan melakukan kerjasama serupa.
"Para bupati ini memiliki komitmen tinggi dalam mendorong pengembangan kawasan budidaya di daerahnya. Saya kira jadi modal untuk memajukan subsektor akuakultur,” terang Slamet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.