JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi melarang anggota DPRD Sumatera Utara Akbar Himawan Buchaei untuk berpergian ke luar negeri.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pelarangan itu berkaitan dengan kasus dugaan suap yang menjerat Wali Kota Medan Dzulmi Edlin.
"KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi terkait pelarangan terhadap seorang bernama Akbar Himawan Buvhadj dalam perkara Penyidikan dugaan penerimaan suap oleh Wali Kota Medan," kata Febri dalam keterangan tertulis, Rabu (6/11/2019).
Baca juga: Kasus Wali Kota Medan, 7 Pejabat Pemkot Diperiksa KPK
Pelarangan Akbar ke luar negeri berlaku selama enam bulam terhitung sejak Selasa (5/11/2019) kemarin.
Sebelumnya, KPK juga telah menggeledah rumah Akbar di Medan pada Kamis (31//10/2019) lalu.
Kasus Dzulmi ini bermula pada 6 Februari 2019, di mana Dzulmi melantik Isa Anyari menjadi Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Setelah pelantikan tersebut, Isa diduga rutin memberikan sejumlah uang kepada Dzulmi sebesar Rp 20 juta setiap bulan.
Baca juga: Usai Diperiksa KPK, 2 Anak Wali Kota Medan Keluar Bareng, Pakai Masker dan Bungkam
Pemberian terhitung mulai Maret 2019 hingga Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa diduga kembali memberikan uang Rp 50 juta ke Dzulmi.
Selain itu, Isa diduga merealisasikan permintaan uang Rp 250 juta untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang.
Sebab, sekitar Juli 2019, Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang dalam rangka kerja sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Kunjungan Dzulmi ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan.Saat kunjungan, Dzulmi juga ditemani istri dan dua anaknya serta beberapa orang yang tidak memiliki kepentingan dengan kunjungan kerja tersebut.
Bahkan, keluarga Dzulmi memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari, di luar waktu perjalanan dinas.
Baca juga: KPK Periksa Dua Anak Wali Kota Medan dan Sejumlah Kepala Dinas
Keikutsertaan keluarga Dzulmi dan perpanjangan waktu tinggal di Jepang itulah yang membuat pengeluaran perjalanan dinas wali kota tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pengeluaran tersebut tidak bisa dibayarakan dengan dana APBD.
Dana yang harus dibayar Dzulmi untuk menutupi ekses dana nonbudget perjalanan ke Jepang mencapai Rp 800 juta.
Untuk menutupi anggaran Rp 800 juta, Dzulmi meminta bantuan Syamsul Fitri Siregar, Kepala Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan. Syamsul pun membuat daftar kepala dinas di wilayah Pemerintah Kota Medan untuk dimintai kutipan.
Baca juga: OTT Wali Kota Medan, KPK Periksa Sejumlah Kadis
Yang masuk daftar bukan hanya kepala dinas yang ikut ke Jepang, kepala dinas yang tidak ikut pun dimintai uang oleh Syamsul. Salah satunya adalah Isa.
Isa menyanggupi permintaan itu dan mengirimkan uang Rp 200 juta. Uang itu juga sebagai kompensasi atas diangkatnya Isa sebagai Kepala Dinas PUPR.
Ia juga merealisasikan pemberian uang Rp 50 juta yang dititipkan ke ajudan Dzulmi, Andika. Namun, uang tersebut belum diberikan lantaran ia terlanjur dikejar oleh tim KPK seusai menerima uang itu di rumah Isa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.