Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Depan DPR, KPU Sampaikan PKPU Eks Koruptor Dilarang Ikut Pilkada

Kompas.com - 04/11/2019, 17:18 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikukuh melarang mantan narapidana korupsi maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

Larangan itu dimasukkan dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.

Rancangan aturan tersebut pun disampaikan KPU dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR, Senin (4/11/2019).

"KPU kan sudah melaporkan bahwa mantan terpidana korupsi itu menjadi bagian yang kita sebut, kita atur dalam Peraturan KPU tentang pencalonan ini," kata Ketua KPU Arief Budiman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Baca juga: KPU Nilai Ketentuan Pemecatan Anggota Partai di UU Parpol Perlu Dipertegas

Arief mengatakan, pihaknya ngotot untuk melarang eks koruptor maju dalam Pilkada karena proses pemilihan kepala daerah diharapkan mampu melahirkan pemimpin yang terbaik.

Tidak hanya itu, sosok kepala daerah juga diharapkan bisa menjadi contoh bagi masyarakat yang ia pimpin.

Dari pengalaman Pemilu Legislatif 2019 lalu, tidak ada aturan yang melarang eks koruptor nyaleg. Akibatnya, sejumlah mantan napi korupsi kembali maju di Pileg dan kembali terpilih.

Tidak hanya itu, beberapa waktu lalu, sempat muncul kepala daerah yang tertangkap OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), padahal kepala daerah tersebut merupakan mantan narapidana korupsi.

"Maka harus kita cari betul-betul yang sangat baik. Dalam tanda kutip, ya dia harus sosok yang sempurna," ujar Arief.

Agar ke depan PKPU yang melarang eks koruptor "nyalon" dalam Pilkada ini tidak dibatalkan seperti PKPU Pemilu Legislatif, Arief berharap, UU tentang Pilkada dapat direvisi.

Revisi tersebut haruslah memuat aturan tentang larangan mantan napi koruptor maju dalam pemilihan kepala daerah.

Atau, jika undang-undang tidak direvisi tetapi larangan tersebut tetap masuk dalam PKPU, seluruh elemen hendaknya mendukung aturan tersebut.

Baca juga: Alasan ICW-Perludem Usulkan Jeda Waktu 10 Tahun bagi Eks Koruptor yang Ingin Ikut Pilkada

Sehingga, tidak ada pihak yang menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Agung layaknya PKPU Pemilu Legislatif, hingga menyebabkan aturan itu dibatalkan.

"Problemnya, undang-undang ini mau direvisi enggak? Kalau mau direvisi, tentu KPU sangat senang karena KPU akan mendorong ini masuk di dalam undang-undang pemilihan kepala daerah," ujar Arief.

"Kalau semua pihak menilai bahwa ini penting untuk diatur, kan enggak akan ada yang melakukan judicial review. Kecuali ada yang merasa bahwa ini enggak boleh diatur, maka dia akan melakukan judicial review," lanjut dia.

Hingga pukul 17.10 WIB, RDP antara KPU dengan Komisi II DPR RI itu masih berlangsung. Belum ada persetujuan atau penolakan dari DPR terkait rancangan PKPU tersebut.

 

Kompas TV Brigadir UMP yang memberhentikan ambulans dinonaktifkan sementara dari Satlantas Polres Tebingtinggi. AKBP Sunadi menyebut, adanya salah paham berujung emosi membuat Brigadir UMP memberhentikan dan memukul sang sopir. Kasus ini pun telah diselesaikan secara kekeluargaan. Sebelumnya, anggota polisi yang terekam memukul sopir ambulans di Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara dinonaktifkan dari tugasnya. Ia juga akan menjalani proses sidang disiplin untuk mempertanggungjawabkan sikapnya. Kapolres Tebing Tinggi menyatakan, kasus pemukulan yang dilakukan anggota Polres Tebingtinggi terhadap sopir ambulans Rumah Sakit Sri Pamela hanya karena kesalahpahaman. #PolisiPukulSopir #SopirAmbulans #VideoViral
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik, Sirajudin Machmud Jadi Saksi Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com