Peraturan itu mengamanatkan PT PLN untuk menugaskan anak perusahaan bermitra dengan perusahaan swasta dengan syarat kepemilikan saham anak perusahaan minimal 51 persen.
"Semua pertemuan tersebut sebagaimana yang diungkap Supangkat Iwan Santoso bahwa kalau Eni Maulani Saragih tidak ada memberi pendapat dan masukan, lebih banyak bersikap pasif," kata hakim.
Majelis mempertimbangkan bahwa seringnya pertemuan tersebut karena belum adanya kesepakatan antara PT PLN dan CHEC. Salah satunya menyangkut masa tenggat waktu kontrol, di mana PLN menginginkan waktu 15 tahun, sementara CHEC menginginkan 20 tahun.
"Menimbang bahwa terdakwa Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT PLN melakukan pertemuan dengan proyek PLTU MT Riau-1, karena hanya ini mewujudkan program listrik nasional," ujar hakim.
"Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2017," lanjut hakim Anwar.
Baca juga: Sofyan Basir Bebas, Jaksa KPK Gunakan Masa Pikir-pikir
Menurut majelis hakim, jelas bahwa percepatan tersebut bukan karena keinginan atau pesanan dari Eni Maulani Saragih dan Kotjo.
"Dan penandatanganan power purchase agreement (PPA) 10 Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang dan termasuk di antaranya PLTU MT Riau-1 yang dilakukan oleh terdakwa Sofyan Basir setelah mendapat persetujuan dan pengetahuan dari semua direksi PT PLN," kata dia.
Selain itu, PT PLN dengan memiliki saham 51 persen juga tanpa membebani keuangan perusahaan dan justru akan mendapatkan keuntungan.
"Terkait pemberian uang yang diterima oleh Eni Maulani Saragih dari Johannes Budisutrisno Kotjo yang diberikan secara bertahap sebesar Rp 4,75 miliar adalah tanpa sepengetahuan terdakwa Sofyan Basir," kata hakim.
"Menimbang bahwa dengan demikian terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti melakukan perbantuan," sambungnya.
Dengan demikian, majelis hakim berkesimpulan bahwa Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tindak pidana perbantuan sebagaimana dalam dakwaan pertama dan kedua jaksa.
"Oleh karena itu, maka terdakwa Sofyan Basir harus dibebaskan dari segala dakwaan. Maka haruslah hak-hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya dipulihkan. Dan diperintahkan untuk dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan," ujar hakim.
Majelis juga meminta jaksa KPK membuka blokir rekening Sofyan, keluarganya serta pihak terkait lainnya.
Baca juga: Perjalanan Kasus PLTU Riau-1 hingga Vonis Bebas Sofyan Basir
Setelah membaca pertimbangan, ketua majelis hakim Hariono pun membacakan amar putusan.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Sofyan Basir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama dan kedua," kata hakim Hariono.
"Membebaskan terdakwa Sofyan Basir karena itu dari segala dakwaan. Memerintahkan terdakwa Sofyan Basir segera dibebaskan dari tahanan," lanjut hakim Hariono disambut sorak gembira dari keluarga dan kolega Sofyan Basir yang hadir di persidangan.
Majelis hakim juga memutuskan untuk memulihkan hak Sofyan dalam kemampuan kedudukan, harkat serta martabatnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.