Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Democracy for Sale" dan Defisit Hukum

Kompas.com - 04/11/2019, 07:03 WIB
Raden Muhammad Mihradi,
Heru Margianto

Tim Redaksi

 

Bila mengacu pada Bernard Arief Sidharta (Refleksi Struktur Ilmu Hukum, 2009:116), hukum merupakan gejala dalam kenyataan kemasyarakatan yang majemuk. Mempunyai banyak aspek, dimensi dan faset.

Hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan sebagainya), dibentuk dan ikut membentuk tatanan masyarakat.

Bentuknya ditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya, namun sekaligus ikut menentukan bentuk dan sifat-sifat masyarakat itu sendiri.

Atas dasar itu, maka hukum memiliki kecenderungan konservatif (mempertahankan dan memelihara apa yang sudah dicapai) juga modernisme (membawa, mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan).

Dengan kata lain, mendiskusikan hukum memiliki kompleksitas sendiri.

Bila mengikuti pemikiran Prof Mochtar Kusumaatmadja (Konsep Hukum dalam Pembangunan, 2013), membincang hukum bisa dilakukan dalam konteks menelaah kaidah dan asas yang mengatur hidup manusia, bisa juga dalam konteks lembaga dan prosesnya.

Ketika hukum dimutilasi sekedar undang-undang misalnya, maka bagi penulis, hukum tidak dapat bekerja mewujudkan trilogi tujuannya yaitu ketertiban, keadilan dan kepastian bagi masyarakat.

Demokrasi terus diperbaiki. Kelembagaan dan sistem dibenahi. Pemilu dipercanggih dengan berbagai modifikasi mulai dari pemilu perwakilan hingga pemilu langsung dan serentak.

Namun ketika saat bersamaan hukumnya ditinggal maka hukum bisa menjadi tergelincir seperti stempel pengabsah kekuasaan.

Inilah yang penulis khawatirkan, ketika wacana oposisi dalam sistem pemerintahan kita mulai diabaikan dengan alasan kegotongroyongan.

Maka, kelompok dominan menjadi pengarusutama isu publik.

Kelompok marginal tidak berani bersuara. Apalagi hukum belum pasti melindungi mereka ketika memilih berbeda pendapat dalam demokrasi yang minus hukum.

Hukum responsif

Longsornya keberadaan hukum semakin berbahaya ketika demokrasi masuk di abad digital. Siapapun bias berlindung di anonimnya identitas di dunia maya. Mereka yang bersembunyi itu dapat melakukan pembantaian opini kepada kelompok yang bersuara berbeda.

Media sosial (medsos) menjadi sejenis “permainan dan perangkap baru” ketika nilai-nilai demokrasi belum sepenuhnya mengendap di publik.

Ketika medsos dipenuhi caci maki, penegakan hukum diduga diskriminasi, maka demokrasi bisa dibibir jurang.

Ada suara-suara parau yang menganggap, (belum tentu benar), bahwa pelaku pelanggar hukum yang dekat dengan kekuasaan tidak akan pernah tersentuh hukum. 

Sebaliknya, bila pelaku bukan bagian dari kekuasaan, demikian suara parau itu, pengadilan dan penjara seperti bagian dari keniscayaan.

Ini membuat semakin kompleks agenda pembangunan hukum.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com