JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menjelaskan perihal meninggalnya seorang WNI saat antre pelayanan paspor di Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (31/10/2019) malam.
Pihak Kemenlu RI menyatakan bahwa penyebab meninggalnya adalah sakit jantung.
Selain itu, Judha mengatakan, pelayanan di KBRI Kuala Lumpur selama ini memang dibuka selama 24 jam. Sehingga, mereka yang mengantre bukan berarti telah mengantre semalaman.
"Layanan KBRI di Kuala Lumpur itu 24 jam, bukan antre semalaman. Jadi mereka dulu mengantrenya pada pagi hari untuk dapat nomor sehingga orang-orang sudah datang sejak semalam karena datang dari luar kota," kata Judha kepada Kompas.com, Jumat (1/11/2019).
Dengan melihat kondisi sebelumnya, kata dia, maka pihak KBRI Kuala Lumpur membuat kebijakan untuk membuka antrean pelayanan tersebut sejak malam.
Baca juga: Antre Layanan Paspor hingga Malam, Seorang WNI Meninggal di Trotoar KBRI Kuala Lumpur
Hal tersebut dilakukan untuk membantu mereka yang datang dari luar kota agar tidak terlantar di luar gedung KBRI Kuala Lumpur.
"Jadi memindahkan antrean yang tadinya pagi jadi malam. Sebab (sebelumnya) warga kita sudah tiba sejak malam karena banyak yang dari luar kota. Begitu mereka tiba, sekarang mereka bisa langsung masuk. Dulu mereka menginap dulu di luar, baru bisa masuk (pelayanan) pagi hari sejak malam," kata dia.
Adapun terkait dengan kejadian meninggalnya seorang WNI saat melakukan antrean pelayanan di KBRI Kuala Lumpur tersebut, kata dia, kejadiannya berlangsung saat pelayanan malam baru dibuka.
Bahkan, kata dia, WNI yang meninggal dunia itu belum mengantre lama karena pelayanan baru mulai dibuka setelah Maghrib.
"Beliau sudah sakit jantung sehingga kapan pun bisa terjadi," kata dia.
Sebelumnya, seorang WNI yang diketahui bernama Tamam meninggal dunia di depan trotoar KBRI Kuala Lumpur pada Kamis (31/10/2019) saat sedang mengantre pelayanan paspor di KBRI.
Kabar tersebut pertama kali diunggah melalui akun Facebook Anis Hidayah, aktivis Migrant Care pada Jumat (1/11/2019) pagi.
Anis menulis, adanya kejadian yang menimpa Pak Tamam tersebut harus menjadi memomentum dan bahan evaluasi dari Kemenlu, Dirjen Imigrasi, dan KBRI Kuala Lumpur sendiri.
"Bagaimana semestinya mekanisme antrean paspor harus dibangun secara lebih manusiawi. Di antara antrean itu juga banyak perempuan dengan usia senja," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.