JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut, rencana pemekaran wilayah Papua didasarkan atas alasan situasional.
Ia juga menyebut, pembentukan provinsi baru di Papua didasarkan pada analisis bidang intelijen.
"Ini kan situasional. Kita kan dasarnya data intelijen. Kemudian data-data lapangan kita ada. Situasi nasional," ujar Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Baca juga: Kamis Besok, Mahfud MD Kumpulkan Menteri Bahas Pemekaran Papua
Oleh karena itu, Tito meyakini daerah lain tidak akan cemburu dengan Papua yang mengalami pemekaran.
Mantan Kepala Polri itu menyebutkan, aturan teknis pemekaran provinsi Papua akan disiapkan.
Calon provinsi baru yang sudah mendapatkan lampu hijau adalah Papua Selatan.
"Aturan teknisnya kan bisa dibuat. Yang enggak bisa diubah kan kitab suci," kata Tito.
Tito menambahkan, ada total 183 permintaan pemekaran wilayah kepada pemerintah pusat. Namun pemerintah melakukan memoratorium karena keterbatasan anggaran.
Tito menegaskan, baru wilayah di Papua yang mendapat persetujuan untuk pemekaran wilayah.
"Sementara itu. Moratorium tetap (di wilayah lain)," ujar Tito.
Tito sebelumnya mengatakan, ada dua aspirasi yang masuk untuk pemekaran wilayah Papua, yakni di kawasan Papua Selatan dan Papua Pegunungan.
Namun dari kedua kawasan itu, yang sudah siap menjadikan provinsi baru adalah Papua Selatan.
Baca juga: Mendagri Sebut Usulan Pemekaran Papua dan Papua Barat Tak Terhambat Moratorium
Hal tersebut merupakan hasil kunjungan yang dilakukan Tito bersama Presiden Joko Widodo belum lama ini ke Papua.
"Pemerintah pusat kemungkinan mengakomodasi hanya penambahan dua provinsi. Ini yang sedang kami jajaki. Yang jelas, Papua Selatan sudah oke," kata Tito.
Beberapa wilayah di Papua Selatan yang akan masuk ke provinsi baru tersebut, antara lain Kabupaten Mappi, Boven Digoel, Asmat dan Merauke.