Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Mengutip Berita, Pemohon Uji UU KPK Hasil Revisi Dikritik Hakim MK

Kompas.com - 30/10/2019, 16:18 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim konstitusi mempertanyakan alasan kuat pemohon dalam menguji Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Rabu (30/10/2019).

Sidang pemeriksaan dan pendahuluan perkara Nomor 62/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh seorang advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra.

Sidang tersebut dihadiri Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dan dua anggota majelis hakim, yakni Enny Nurbaningsih dan Wahiduddin Adams.

Baca juga: UU KPK Belum Bernomor, MK Nilai Pemohon Uji Materi Terburu-buru

Dalam sidang, Enny mempertanyakan banyaknya kutipan-kutipan dari media massa yang disampaikan Gregorius dalam permohonannya, khususnya soal mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU Nomor 12 Tahun 2011 dalam proses revisi UU KPK.

"Dalam permohonan pemohon, banyak sekali mengutip berita dari media massa. Seharusnya berita di media massa dijadikan petunjuk saja, seperti apa proses pembentukan RUU sampai menjadi UU, di mana letak cacat formilnya di setiap proses pembentukan UU," ujar Enny.

"Dugaan adanya cacat formil dalam pembentukan UU KPK ini harus disertakan bukti-buktinya, misalnya tahap pertama di mana cacat formilnya. Itu harus dikuatkan sehingga bisa meyakinkan hakim, jangan hanya mengutip dari media massa," sambungnya.

Baca juga: Catatan MK kepada Pemohon Uji Materi Revisi UU KPK: Mirip Tugas Kuliah dan Perlu Perbaikan

Wahiduddin menambahkan, dalam uji formil yang diajukan pemohon, sejatinya fokus dalam proses dan tahapan revisi UU KPK, mulai dari persiapan, perencanaan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan.

"Kalau hanya mengutip dari koran saja, tanpa tahu di mana letak cacat formilnya, itu susah untuk meyakinkan hakim. Berita di koran hanya petunjuk saja," imbuhnya.

Dalam sidang, Gregorius menjelaskan, publik tidak dilibatkan dalam proses perancangan revisi UU KPK oleh DPR sehingga hal itu telah menciderai kepercayaan masyarakat.

Baca juga: UU KPK Hasil Revisi Resmi jadi UU Nomor 19 Tahun 2019

Proses pembahasan revisi UU KPK, lanjutnya, tidak ada partisipasi masyarakat dengan cara konsultasi publik seperti yang diatur Pasal 188 ayat (1-3) Perpres Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mulai proses penyiapan RUU, pembahasan RUU dan pengesahan menjadi UU, hingga pelaksanaan UU.

Dalam bagian petitum, Gregorius meminta MK mengabulkan permohonan untuk seluruhnya dengan membatalkan perubahan UU KPK ini. Sebab, dalam pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 secara formil tidak memenuhi syarat mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Pemohon Uji Materi UU KPK Berharap Jokowi Terbitkan Perppu

Selain itu, pemohon meminta agar Majelis MK menyatakan berlakunya Perubahan UU KPK secara formil tidak memenuhi prosedur dan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU Nomor 12 Tahun 2011 dan harus dinyatakan batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.

"Pemohon memandang UU KPK baru (hasil revisi) telah merugikan bagi pemohon yang berprofesi sebagai pengacara. Karena, dalam pembentukan UU KPK, DPR RI melakukan revisi UU dengan proses yang tertutup dan kucing-kucingan tanpa diskusi publik," ujar Gregorius.

Adapun hingga saat ini tiga perkara pengujian konstitusional UU KPK hasil revisi telah teregistrasi di MK.

Baca juga: Hakim MK Nilai Penjelasan Pemohon Uji Materi Revisi UU KPK seperti Tugas Kuliah

Dua permohonan lainnya adalah Perkara Nomor 57/PUU-XVII/2019 dan Perkara Nomor 59/PUU-XVII/2019.

Pemohon Perkara Nomor 57/PUU-XVII/2019 adalah 190 orang yang mayoritas berstatus mahasiswa dari berbagai universitas.

Perkara tersebut telah melalui tahapan sidang pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan.

Sedangkan perkara Nomor 59/PUU-XVII/2019 22 dari mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah.

Perkara tersebut telah melalui tahapan sidang pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan.

Kompas TV Sidang perdana permohonan uji materi undang-undang KPK hasil revisi, telah bergulir di Mahkamah Konstitusi, 30 September lalu. Dalam sidang,Hakim MK meminta pemohon untuk memperbaiki materi gugatan karena undang-undang KPK yang digugat belum tercacat dalam lembaran negara. Untuk memperbincangkan sisi politik dari kegamangan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu KPK kita bahas bersama analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto, dan analis politik dari LIPI, Lili Romli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com