Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompolnas Minta Temuan Komnas HAM soal Kerusuhan 21-23 Mei Dilanjutkan Polri

Kompas.com - 30/10/2019, 11:34 WIB
Christoforus Ristianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyatakan, penyelidikan Polri terkait kerusuhan 21-23 Mei harus terus dilanjutkan.

Poengky menekankan, penyelidikan perlu difokuskan untuk mengungkap pelaku yang bertanggung jawab terhadap penembakan 10 korban tewas akibat kerusuhan yang terjadi di DKI Jakarta dan Pontianak.

"Penyelidikan Polri harus terus dilanjutkan dan mengungkap kematian 10 korban tewas dari kerusuhan itu," ujar Poengky ketika dihubungi wartawan, Rabu (30/10/2019).

Ia juga menyampaikan, saat ini publik menunggu rekomendasi hasil investigasi tim pencari fakta (TPF) 21-23 Mei Komnas HAM ditindaklanjuti pemerintah dan penegak hukum.

Hanya dengan tindak lanjut itulah, kata Poengky, rekomendasi TPF bermakna dan siapa saja pelaku sebenarnya dalam peristiwa itu dapat diketahui.

"Hasil pemeriksaan Komnas HAM merupakan petunjuk yang berharga. Namun, harus jelas siapa saja pelakunya. Komnas HAM belum pada tahapan menentukan siapa pelakunya karena itu menjadi kewenangan kepolisian," papar dia.

Baca juga: Enam Polisi Disanksi karena Bawa Senpi Amankan Demo, Komnas HAM: Mereka Menembak?

Sebelumnya, Komnas HAM mengungkapkan hasil dari tim pencari fakta internalnya terkait peristiwa 21-23 Mei 2019.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyatakan, temuan pertama dari tim pencari fakta Komnas HAM adalah aksi kerusuhan tersebut mengakibatkan 10 orang meninggal, 9 di antaranya karena tertembak peluru tajam, dan 1 orang diduga karena terkena kekerasan benda tumpul.

"9 orang yang meninggal itu lokasinya di Jakarta dan tersebar dalam sembilan titik lokasi yang berbeda. Sedangkan satu orang lainnya terkena peluru tajam di Pontianak. Hal ini menunjukkan pelakukan terlatih, profesional, dan lebih dari satu orang," ujar Beka dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/10).

Beka menyampaikan, 4 dari 10 korban tersebut merupakan anak-anak sehingga patut diduga ada upaya menjadikan anak-anak sebagai korban dan sasaran kekerasan guna memancing emosi massa.

Untuk itu, lanjut dia, Komnas HAM meminta Polri menuntaskan penyelidikan dan penyidikan atas wafatnya 10 korban tersebut, khususnya untuk menemukan dan memproses secara hukum para pelaku lapangan dan intelektualnya.

Penemuan Komnas HAM lainnya adalah adanya penggunaan kekerasan yang diduga dilakukan oleh polisi dalam menangani aksi massa.

"Ada tindakan beberapa anggota Polri yang sewenang-wenang dan terekam dalam video yang terjadi di Kampung Bali, di depan kantor Kementerian ATR/BPN Jakarta Pusat, Jalan Kota Bambu Utara I, pos penjagaan Brimob, dan Jalan KS Tubun Jakarta Barat," tutur Beka.

"Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa anggota Polri, baik disebabkan karena emosi akibat mengetahui terjadinya pembakaran asrama Polri di Petamburan atau karena tidak mampu mengendalikan emosi akibat kelelehan tidak bisa dibenarkan," kata dia. 

Baca juga: Komnas HAM Sebut Pemenuhan Hak Pilih Kelompok Rentan Masih Terkendala

Kemudian, Komnas HAM juga memastikan 32 orang yang dilaporkan hilang pasca-peristiwa 21-23 Mei telah ditemukan keberadaanya, yaitu ada yang ditangkap dan ditahan oleh Polri, dilakukan diversi ke panti sosial anak, dan ada yang dilepaskan karena tidak terbukti melakukan tindak pidana.

Beka menegaskan, adanya laporan 32 orang yang hilang itu disebabkan karena lemahnya akses keadilan dan administrasi manajemen penyelidikan dan penyidikan Polri.

Terkait aksi massa, seperti diungkapkan Beka, Komnas HAM menemukan dugaan adanya kelompok massa yang terorganisir yang menimbulkan kerusuhan.

Namun demikian, Komnas HAM belum sampai menemukan siapa kelompok tersebut.

Seperti diketahui, kerusuhan terjadi di sejumlah titik di Jakarta pada 21-23 Mei 2019 lalu seiring dengan aksi unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu.

Pihak Kepolisian mencatat ada sembilan orang korban jiwa dalam rangkaian kerusuhan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com