Dari pidato pertama pelantikan Joko Widodo ternyata ada hal yang bisa diulas oleh Kompasianer Yudhi Hertanto. Seperti gagasan dalam cita-cita negara maju sesuai visi Indonesia Emas 2045, yang akan berusia 100 tahun di alam kemerdekaan.
"Menariknya, skema kerja yang akan dibangun pada pemerintahan terpilih kali ini, diilustrasikan dengan skema pengiriman pesan dalam komunikasi," tulis Kompasianer Yudhi Hertanto.
Yang dimaksdukan adalah dalam konteks komunikasi pemerintah, maka peran kementerian dalam berbagai sektor tidak ubahnya menjadi pengirim pesan ulang dari keputusan di tingkat pusat.
Dari gagasan kepemimpinan pemerintahan, misalnya, disusun melalui struktur pesan lewat program kerja kementerian. (Baca selengkapnya)
3. Bu Susi, Hari Ini Kami Patah Hati
Selama memanggil sejumlah orang ke Istana Kepresidenan tidak sekalipun Bu Susi terlihat batang-hidungnya.
Ketika menteri-menteri diumumkan meski bergaya unik di Istana Merdeka tersebut, masih tidak ada Bu Susi yang duduk di sana. Sejumlah nama terlempar dari orbit kabinet. Salah satu yang tak muncul lagi adalah Susi Pudjiastuti.
"Terdepaknya Bu Susi tentu membuat patah hati banyak orang," tulis Kompasianer Hendra Wardhana.
Lalu, Kompasianer Hendra Wardhana juga membawa kita sedikit mengingat perjalanan Bu Susi pada Minggu (2/11/2014) masyarakat Pangandaran berkumpul mengiringi keberangkatan Susi ke Jakarta. Bu Susi berpamitan, matanya memerah. Banyak orang menangis melepasnya. (Baca selengkapnya)
4. Pengalaman Positif yang Hanya Dialami oleh Para Santri
Momentum hari santri tahun ini mengingatkan Kompasianer Tareq Albana atas euforia yang ia alami selama mondok di pesantren kecil dan terpelosok di kaki gunung Marapi, Sumatera Barat.
Dulu, dalam ingatnya, pendidikan santri sangat berbeda dengan sekolah pada umumnya, di mana santri pondok pesantren dididik 24 jam dalam sehari dengan konsep asrama (boarding school).
"Sedangkan pendidikan di sekolah umum (SMP dan SMA) "hanya" berlangsung 8 jam sehari, selebihnya mereka akan dididik oleh orangtua di rumah," lanjut Kompasianer Tareq Albana.
Menjadi santri membuat karakter mereka semakin kuat karena dituntut untuk selalu mandiri dan menyelesaikan semua konflik dirinya secara mandiri. (Baca selengkapnya)
5. Berbohonglah hingga Berbusa, Bahasa Tubuh Tak Akan Bisa Menutupinya
Pada satu kesempatan, Kompasianer Ibnu Siena berada di antara sepasang kekasih di mana seorang lelaki tertangkap basah berbohong.
Dalam kesempatan seperti itu, Kompasianer Ibnu Siena melihat bahwa keduanya kurang menyadari ada komunikasi yang kurang baik dan pentingnya komunikasi dalam menjalin hubungan.
Sebab dalam hubungan komunikasi non-lisan itu sama pentingnya dengan komunikasi verbal.
"Kalau komunikasi nonlisan lebih punya peran penting bahkan lebih penting dari sekadar lisan?" (Baca selengkapnya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.