Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Nurcholis

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok. Kandidat Master Politik Internasional Universitas Shandong, China. Menyelesaikan S-1 di Departemen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia.

Gerindra di Kabinet Jokowi dan Gagalnya Pemilu Kita

Kompas.com - 28/10/2019, 06:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Polarisasi politik betul terasa. Hal ini tampak dari macam-macam aktivitas kampanye dua kubu yang berusaha mati-matian memperjuangkan platform dan gagasan besar masing-masing calon.

Tidak ada yang salah dari perseteruan semacam itu sepanjang keduanya menaati lalu lintas hukum yang berlaku.

Bahkan, rivalitas semacam itu penting di alam demokrasi supaya selepas pemilu, militansi dan proses dialektis dua kubu tetap berlanjut.

Pihak yang kalah harapannya meneruskan tugasnya untuk mengawal, mengkritik, mengomentari, memberi masukan bahkan melakukan lobi terhadap pemenang bila ternyata gagasan mereka tidak efektif atau bertentangan dengan kemauan rakyat.

Bersandar pada kejadian sepanjang pemilu tersebut, kita pun kadung optimistis, kelak, pasti satu di antara mereka akan menjadi kelompok penyeimbang pemerintah yang signifikan.

Namun faktanya, kelompok penyeimbang yang didambakan tidak hadir, terlepas dari kesolidan PKS, PAN, dan Demokrat yang kini tetap tak mengubah posisi mereka sebagai oposisi.

Kesolidan ini pun sebenarnya masih abu-abu, bisa jadi tiadanya tawaran strategis dari pemenanglah yang membuat mereka tetap berada di luar pemerintah.

Setidaknya ada satu retorika sesat pikir publik yang sering diutarakan para politisi mengapa partai enggan mengambil jalan oposisi.

Seolah-olah rivalitas menyimpan ekses negatif sehingga tidak perlu lagi menyandang predikat tersebut seusai pelaksanaan pemilu.

Seolah-olah berbagai pihak perlu bekerja sama dan mengesampingkan segala perbedaan demi kemajuan bangsa.

Seperti diutarakan Andre Rosiade (Wasekjen Gerindra), bahwa masuknya Gerindra dalam pemerintahan adalah bentuk pengabdian, “nation call” atau “panggilan/seruan negara” (Kompas, 25/10/2019).

Retorika-retorika sesat pikir publik tersebut secara eksplisit hendak membiarkan kebijakan dibuat serta dijalankan serampangan tanpa adanya alat kontrol efektif yang mampu menilai baik-buruknya kebijakan.

Di mana pun, penilaian internal akan kebijakan tertentu tidak akan berjalan objektif. Di sinilah pentingnya rival, musuh, lawan, oposan, seteru, penentang.

Ia merupakan elemen inti demokrasi yang amat diperlukan untuk mengukur sejauh mana kebijakan yang hendak diimplementasikan legitimatif di mata rakyat.

Alasan lainnya keengganan partai untuk menjadi oposisi, dan ini merupakan motif paling lazim, yakni karena mereka tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengumpulkan pundi-pundi harta yang didapat dari pos-pos strategis yang mereka duduki.

Sudah menjadi pandangan umum bahwa partai-partai Indonesia adalah partai kartel yang bergerak demi keuntungan segelintir oligarki. Mereka beroperasi di beberapa pos strategis dan korup.

Lalu apakah keputusan Gerindra bergabung bersama Jokowi dilandasi oleh retorika sesat pikir “membangun negara bersama” atau “cerminan perilaku kartel”?

Kita tunggu saja aksinya!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com