Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI: Kepolisian Paling Banyak Melanggar Hak Menyampaikan Pendapat

Kompas.com - 27/10/2019, 15:40 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menunjukkan Kepolisian menjadi institusi yang paling banyak melanggar hak untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat.

Padahal, hak untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh Undang-Undang, salah satunya adalah UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Ketua YLBHI Bidang Advokasi Muhammad Isnur mengatakan, temuan tersebut merupakan hasil pemantauan YLBHI dan 16 LBH Indonesia selama Januari-22 Oktober 2019.

"Paling tinggi 67 kasus atau 69 persen pelakunya institusi Polri dari berbagai level, Mabes Polri, Polda, Polres, hingga Polsek," kata Isnur di Kantor YLBHI, Jakarta, Minggu (27/10/2019).

Pihaknya juga mengidentifikasi berbagai pola yang paling banyak dilakukan polisi dalam pelanggaran hak untuk berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut.

Antara lain kriminalisasi, tindakan kekerasan, pembubaran tidak sah, penghalangan atau pembatasan aksi, perburuan dan penculikan, tindakan yang berkaitan dengan alat atau data pribadi, hingga penghalangan pendampingan hukum.

"Penghalangan aksi ada 32 kejadian dengan cara sweeping, penggeledahan, razia atau penghalangan," kata Isnur.

"Pembubaran paksa ada 57 kasus, di lapangan aparat bertindak berlebihan dengan gas air mata, water canon, peluru karet bahkan di Kendari, ketika aksi Mei ditemukan peluru tajam. Pembubaran paksa ini dilakukan, walaupun aksi sedang berjalan normal," lanjut dia.

Dia mencontohkan, ketika aksi mahasiswa di depan Gedung DPR pada 23-24 September lalu.

Ketika sore hari, massa mahasiswa masih diam dan tidak melakukan tindakan anarkistis.

Namun, kata dia, massa tiba-tiba dilempari gas air mata dan diserang dengan water canon.

Temuan LBH juga menunjukkan kasus kejadian kriminalisasi dengan angka cukup tinggi.

Antara lain 43 kejadian salah tangkap yang levelnya sampai ke pengadilan dan penahanan yang mencapai 38 kejadian.

"Kemudian tindakan kekerasan, dengan total 68 kali kejadian. Didalamnya ada pengancaman, intimidasi dan dikeluarkan dari sekolah atau institusi, tidak dapat SKCK disertai stigma, diskriminasi, stereotipe atau rasisme sebanyak 9 kali kejadian dan yang cukup tinggi adalah tindakan penganiayaan, penyiksaan hingga penggunaan peluru tajam," kata dia.

Selain polisi, aktor lainnya yang melakukan pelanggaran adalah TNI 7 persen, organisasi masyarakat (ormas) sebanyak 5 persen, universitas/kampus 8 persen, sekolah 4 persen, Satpol PP 2 persen, pemerintah kota 1 persen, pemerintah pusat 2 persen hingga pemerintah provinsi dan babinsa 1 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com