Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komposisi Kabinet Jokowi Jilid 2 Dinilai sebagai Wujud Pengaruh Oligarki Politik dan Ekonomi

Kompas.com - 25/10/2019, 18:50 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai, komposisi Kabinet Indonesia Maju Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin wujud kuatnya pengaruh oligarki politik dan ekonomi.

Hal itu disampaikan Ubedilah dalam diskusi bertajuk Menakar dan Memproyeksikan Komitmen HAM Pemerintah Melalui Komposisi Kabinet di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (25/10/2019).

"Ini bentuk dominasi oligarki politik dan oligarki ekonomi kita. Mengapa? Karena Pemilu kita berbiaya mahal. Untuk menjadi presiden kalkulasi saya butuh biaya triliunan. Kalau yang dilaporkan kan paling hampir satu triliun ya. Tapi kan banyak orang nyumbang," kata Ubedilah.

Baca juga: PKS Khawatir jika Tak Ada Oposisi, Pemerintahan Akan Jadi Oligarki

Para penyumbang itu juga berasal dari kelompok pengusaha. Mereka tidak memberikan bantuan berupa uang, tapi berupa logistik untuk mendukung kampanye.

Sumbangan-sumbangan itu juga dinilainya tidak bisa dikontrol. Sehingga, nilai biaya kampanye pun semakin tinggi.

"Dan itu kan angkanya bisa lebih dari yang dilaporkan. Pertanyaan saya, Prabowo dan Jokowi punya uang berapa? Kan sudah bisa dicek ya kekayaannya juga tidak sebanyak itu," kata dia.

Baca juga: 8 Catatan Kritis untuk Kementerian Keuangan Kabinet Indonesia Maju

"Dapat dari mana uang untuk kontestasi itu? Di situ lah oligarki ekonomi masuk dan bersatu dengan oligarki politik, kekuatan politik partai di mana ada dinasti politik, ada patriarki politik dan lain-lain," sambung Ubedilah.

Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dii Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10/2019).KOMPAS.com/Haryantipuspasari Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dii Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/10/2019).

Situasi inilah yang memengaruhi komposisi kabinet Jokowi di periode keduanya. Ubedilah meyakini ada pengaruh kepentingan dari oligarki politik dan ekonomi.

"Bisa kita cek kok nama-nama mereka, pasti mereka ada jejaring dengan oligarki politik dan ekonomi. Enggak mungkin tidak berjejaring mereka," kata dia.

Presiden Jokowi dinilainya terjebak di antara dua kepentingan itu.

Baca juga: Agenda Prioritas, Anggaran, Dukungan Publik, hingga Dukungan Parpol Dinilai Jadi Syarat Efektifnya Kabinet

Ia pun agak pesimistis apakah nantinya Jokowi bisa menghasilkan lompatan baru di tengah situasi seperti itu. Termasuk dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Ya saya menunggu apakah presiden bisa melakukan lompatan di situasi itu. Misalnya berani enggak membentuk atau mengimplementasikan pengadilan HAM? Kan sampai hari ini kan problem HAM itu kita tidak pernah berani membuatnya," kata dia.

Apalagi, lanjut Ubedilah, ada menteri di kabinet Jokowi yang diduga tersangkut dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

"Jadi berat. Tapi di dalam politik ya memang bisa saja berubah. Kita lihat nanti ke depannya," kata dia.

Kompas TV Dari daftar para menteri yang diumumkan pada Rabu, 23 Oktober tidak terdapat nama kader PKS, Partai Demokrat maupun Partai Amanat Nasional. Sedangkan Gerindra berbalik arah menjadi pendukung pemerintah. Padahal jelang pelantikan Jokowi sebagai presiden untuk periode kedua PAN dan Partai Demokrat sempat diprediksi bakal bergabung ke kubu pemerintah. Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan menghormati keputusan Jokowi yang tidak menggaet kadernya ke dalam Kabinet Indonesia Maju. Hinca menyebut terlepas dari komunikasi dan ajakan Presiden Jokowi kepada Partai Demokrat pasca-pemilu Partai Demokrat meyakini keputusan Presiden Jokowi untuk tidak menyertakan Partai Demokrat dalam kabinet. Senada dengan Demokrat, Partai Amanat Nasional menegaskan posisinya. Meski sebelumnya Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan telah menemui Presiden Jokowi di Istana sebelum pengumuman kabinet baru. Sekjen PAN Eddy Soeparno menilai wajar jika PAN tak mendapat kursi menteri. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera sejak pilpres 2019 berakhir sudah dengan tegas menyatakan diri sebagai oposisi. Kader 3 partai politik yakni PAN, Demokrat dan PKS tidak masuk dalam pengumuman Kabinet Jokowi Ma'ruf Amin Rabu (23/10/2019) kemarin. Lalu apakah ketiga partai politik di luar pemerintahan otomatis menjadi blok oposisi? Dan bagaimana peluang PAN dan Demokrat yang belum bulat menyatakan sikap baik bergabung dengan pemerintah maupun di luar pemerintahan? Kita bahas bersama politisi Partai Demokrat Roy Suryo, analis politik Hendri Satrio dan Sekjen Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno. #PartaiDemokrat #PAN #JokowiAmin
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com