Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Nurcholis

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok. Kandidat Master Politik Internasional Universitas Shandong, China. Menyelesaikan S-1 di Departemen Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia.

Menanti Peran Kiai Ma’ruf Amin

Kompas.com - 22/10/2019, 11:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INI merupakan kali kedua Nahdlatul Ulama (NU) menempatkan wakilnya di kursi eksekutif pemerintahan dengan posisi strategis.

Setelah sebelumnya Gus Dur menjabat presiden Indonesia, kini giliran KH Ma’ruf Amin menempati posisi yang kurang lebih serupa, sebagai wakil presiden.

Keduanya merupakan Kiai penting NU dengan masing-masing pernah memegang posisi krusial dalam roda organisasi.

Gusdur pernah mengarsiteki NU sejak tahun 1984 hingga era reformasi, sementara KH Ma’ruf Amin pernah memegang kendali Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk periode 2015-2020.

Posisi ini menurut laporan NU Online kemudian diambil alih oleh KH Miftachul Akhyar melalui hasil rapat pleno pada Sabtu, 22 September 2018 sebagai tindak lanjut pencalonan KH Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden.

Warisan Gusdur sebagai presiden

Sepak terjang kiai dalam pentas politik nasional memang ditunggu-tunggu akan memberikan warna lain kepemimpinan.

Kehadirannya diandalkan sebab diharapkan mampu mengelaborasi sentuhan religiusitas atas nilai-nilai keagamaannya sebagai solusi persoalan umat yang kompleks.

Di masa kepemimpinan Gus Dur sebagai presiden, mesti singkat, ia mampu memberikan warna perubahan khususnya dalam hal inklusivitas ide keberagamaan.

Ia berhasil menyelesaikan beragam persoalan intoleransi dan diskriminasi dalam dinamika politik yang terjadi pasca-reformasi.

Kelak, banyak orang mengelukannya sebagai peletak fondasi praktik toleransi dan tokoh pluralisme Indonesia.

Di masa Gus Dur pula, persoalan diskriminasi etnis minoritas Tionghoa yang mewabah bertahun-tahun dapat diselesaikan.

Ide-ide Gus Dur yang ia instal dalam kebijakan bernegara, secara ontologi memang tidak terlepas dari khazanah keislaman NU yang ia resapi.

Warisan Gusdur di NU

Misalnya, di masa kepemimpinan Gus Dur, ia berhasil membawa NU kembali kepada khittah-nya sebagai organisasi kemasyarakatan setelah beberapa tahun upaya tersebut selalu gagal.

Khittah ini penting bagi NU karena kembali membebankan organisasi dan elitenya untuk lebih peka terhadap persoalan umat di akar rumput ketimbang asyik berselancar di dunia politik praktis.

Seperti dilansir dari buku Khittah dan Khidmah NU, beberapa khittah ini juga menyangkut sikap kemasyarakatan NU yang terdiri dari 4 prinsip ideologi ahlu sunnah wal jama’ah:

Pertama yakni Tawassuth dan I’tidal, artinya NU berupaya untuk selalu bersikap moderat, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, tidak condong pada satu sisi ekstrem, dan berbuat adil secara konsisiten.

Kedua, Tasamuh, atau toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam hal keagamaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan.

 

Warga melintas di depan spanduk yang mengutip pernyataan mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di kawasan Duren Sawit, Jakarta, Minggu (10/8/2014). KOMPAS/RIZA FATHONI Warga melintas di depan spanduk yang mengutip pernyataan mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di kawasan Duren Sawit, Jakarta, Minggu (10/8/2014).

Ketiga yakni Tawazun atau harmoni atau seimbang dalam khidmat kepada Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan hidup dengan menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.

Keempat, pengimplementasian Amar Ma’ruf Nahi Munkar yakni upaya menyeru kepada sesuatu kebaikan dan berguna bagi kehidupan dan mencegah serta menolak kepada hal-hal yang merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Gagasan pembaharuan NU seperti itu, dengan merujuk pada kontekstualisasi kondisi permasalahan yang dihadapi bangsa kini, tentu dinanti kembali melalui keberadaan KH Ma’ruf Amin.

Posisinya sebagai wakil presiden akan lebih memudahkannya untuk mengimplementasikan nilai-nilai NU yang sejalan dengan kebutuhan bangsa kontemporer.

Paling tidak ada beberapa agenda penting negara yang juga sejalan dengan beberapa keputusan Muktamar NU dan juga menjadi misi organisasi.

Pertama, persoalan pemberantasan korupsi dan kedua soal maraknya radikalisme.

Pemberantasan Korupsi

Dalam buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi, NU dalam beberapa kali muktamar dan musyawarah nasionalnya memberikan porsi yang besar dalam persoalan pemberantasan korupsi.

Jejak tersebut dapat dilacak dalam Muktamar NU (1999, 2004, 2010, 2015) dan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU tahun (2002, 2006, 2012).

Pada Muktamar tahun 1999, NU menghasilkan keputusan penting bahwa uang negara hakikatnya adalah uang Allah.

Uang tersebut diamanatkan kepada pemerintah untuk digunakan sebesar-besar demi kemaslahatan rakyat bukan digunakan untuk kebatilan.

Kelak amanat atas uang tersebut akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah di akhirat dan di hadapan rakyat di dunia.

Sementara pada Musyawarah Nasional tahun 2002, NU mendefinisikan korupsi sebagai “pengkhianatan berat (gul?l) terhadap amanat rakyat.

Dilihat dari cara kerja dan dampaknya, korupsi dapat dikategorikan sebagai bentuk pencurian (sariq?h) dan perampokan (nahb).”

Karenanya, hukuman yang layak bagi perbuatan tersebut adalah potong tangan hingga hukuman mati.

 

Presiden Joko Widodo (keenam kanan) disaksikan Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kelima kanan), Ketua PBNU Said Aqil Siroj (tengah), Istri Gus Dur Sinta Nuriyah (kedua kanan), Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa (keempat kanan) Ketua Pelaksana Harlah Yenny Wahid (ketiga kanan) bersiap memberikan sambutan pada Harlah ke-73 Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), doa bersama untuk keselamatan bangsa dan maulidrrasul di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (27/1/2019). Kegiatan yang diikuti ribuan peserta dari berbagai daerah tersebut mengangkat tema Khidmah Muslimat NU, Jaga Aswaja, Teguhkan Bangsa.ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A Presiden Joko Widodo (keenam kanan) disaksikan Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kelima kanan), Ketua PBNU Said Aqil Siroj (tengah), Istri Gus Dur Sinta Nuriyah (kedua kanan), Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa (keempat kanan) Ketua Pelaksana Harlah Yenny Wahid (ketiga kanan) bersiap memberikan sambutan pada Harlah ke-73 Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), doa bersama untuk keselamatan bangsa dan maulidrrasul di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (27/1/2019). Kegiatan yang diikuti ribuan peserta dari berbagai daerah tersebut mengangkat tema Khidmah Muslimat NU, Jaga Aswaja, Teguhkan Bangsa.

Selanjutnya, puncak dari jihad politik anti korupsi NU terekam dalam Munas Alim Ulama NU di Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat pada tahun 2012.

Pada muktamar tersebut NU memutuskan beberapa hasil penting antara lain: hukuman mati bagi koruptor sebagai tindakan efek jera, kewajiban pengembalian hasil korupsi ke kas negara meski pelaku telah menjalani masa hukuman, serta larangan bagi koruptor untuk mencalonkan atau dicalonkan sebagai pejabat publik.

Bahkan di muktamar ke 32 di Makassar tahun 2010 NU merekomendasikan negara untuk memperkuat sistem kelembagaan dan wewenang penanganan korupsi.

Dalam hal ini KPK, Pengadilan Tipikor, Kejaksaan dan Kehakiman bersama-sama secara koordinatif diberikan kekuasaan dan independensi dalam penindakan.

Adapun langkah terbaru NU untuk memberantas korupsi tercatat dalam muktamar terakhir ke-33 tahun 2015 di Jombang yang menegaskan kembali komitmennya akan pemberantasan korupsi.

Beberapa keputusan penting di antaranya; NU menjadi garda terdepan perjuangan anti korupsi sebagai langkah untuk melindungi hak rakyat dari kezaliman dan menentang segala tindakan kriminalisasi yang diarahkan kepada para pegiat anti-korupsi.

Dari berbagai keputusan di atas, jelas bahwa NU serius dalam mengupayakan Indonesia yang bersih dari korupsi.

Sebab itu dalam hal ini, KH Ma’ruf Amin harus menampakkan posisi yang juga solid dalam perang terhadap praktik inkonstitusional tersebut.

Ini sejalan dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar NU. Langkah nyata yang sudah menunggunya sekarang di depan adalah agar memberikan pertimbangan kepada Jokowi untuk segera mengeluarkan Perpu KPK.

Perpu ini penting demi kemaslahatan yang dapat menjamin KPK sebagai institusi independen dan bergerak tanpa ragu-ragu di tengah gurita korupsi yang merajalela.

Radikalisme yang masif

Kedua, persoalan radikalisme yang semakin menggejala di masyarakat, telah menembus batas-batas profesi, umur, dan bahkan menyebar di instansi-instansi pemerintahan.

Laporan Kementerian Pertahanan menyebutkan, kurang lebih 3 persen anggota TNI terpapar radikalisme (Kompas, 20/06/2019).

Dalam muktamar ke 33, NU memetakan beberapa kelompok radikal berdasarkan karakteristiknya.

Pertama kelompok takfiri. Kelompok ini merupakan paling ekstrem yakni kelompok yang mudah memberikan label kafir kepada setiap kelompok yang berbeda pandangan dengan keyakinannya.

Ada semacam eksklusivisme bahwa paham mereka adalah paling benar. Dalam praktiknya mereka menghalalkan membunuh para kafir tersebut.

Kelompok kedua yakni kelompok jihadi. Mereka mengangap bahwa negara yang tidak menerapkan syariat islam adalah thogut karenanya kelompok ini kerap melakukan tindakan kekerasan terhadap elemen-elemen negara seperti polisi, menkopolhukam, dan sebagainya.

Ketiga yakni kelompok siyasi. Kelompok ini bergerak di jalur politik melalui partai dan organisasi. Mereka memiliki ideologi transnasional dengan tujuan mendirikan sistem khilafah.

Kelompok keempat yakni kelompok salafi yang memiliki tendensi menuduh kelompok lain sebagai pelaku syirik, bid’ah dan khurafat. Mereka memiliki paham ideologi wahabi yang anti terhadap keterbukaan.

Maka itu, sepadan dengan misi NU tentang ajaran islam yang inklusif dan rahmatan lil alamin, sudah barang tentu, upaya pengendalian dan preventif atas tindakan dan paham-paham radikal mesti diupayakan dengan lebih serius lagi.

Kehadiran KH Ma’ruf Amin diharapkan meneruskan kembali apa yang telah dilakukan oleh Gus Dur di masa lalu.

KH Ma’ruf Amin harus vokal menjadi juru bicara toleransi sebagaimana hal ini selalu digaungkan oleh NU secara terus menerus.

 

Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Presiden terpilih KH Maruf Amin (kanan) sebelum melakukan pertemuan di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (4/7/2019). Dalam pertemuan itu, Wapres Jusuf Kalla memberikan informasi mengenai tugas, fasilitas serta masalah-masalah yang harus diselesaikan sebagai Wakil Presiden kepada KH Maruf Amin yang akan menjabat mulai 20 Oktober 2019 mendatang. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Wakil Presiden Jusuf Kalla (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Presiden terpilih KH Maruf Amin (kanan) sebelum melakukan pertemuan di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (4/7/2019). Dalam pertemuan itu, Wapres Jusuf Kalla memberikan informasi mengenai tugas, fasilitas serta masalah-masalah yang harus diselesaikan sebagai Wakil Presiden kepada KH Maruf Amin yang akan menjabat mulai 20 Oktober 2019 mendatang. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

Ia wajib mengimplementasikan prinsip dasar kemajemukan NU: tasamuh, tawassuth, tawazun supaya paham-paham radikal dapat diminimalisir.

Di samping itu ia juga harus membayar keraguan beberapa kalangan akan sikap keagamaannya yang dianggap eksklusif – merujuk pada beberapa fatwa yang pernah ia keluarkan seperti “ahmadiyah sesat dan menyesatkan” selama ia menjabat sebagai ketua komisi fatwa MUI (2001-2007) dan kontroversinya dalam kasus Ahok (Tirto, 23/08/2018).

Karena itu, keraguan-keraguan tersebut harus dibayar tuntas dengan menghadirkan kembali kesejukan dan harmoni kehidupan beragama.

Dua persoalan tersebut (korupsi dan radikalisme) hanyalah sekelumit tugas berat bagi kepemimpinan baru di samping persoalan lainnya semisal instabilitas papua, ekploitasi alam secara berlebihan, serta turunnya indeks demokrasi dalam hal kebebasan berpendapat dan ruang ekspresi publik.

Masalah-masalah tersebut merupakan masalah berkepanjangan yang tak kunjung selesai.

Pelantikan Jokowi-Ma’ruf Amin bagaimanapun mesti disambut optimis.

Dari berbagai kekurangan yang diperlihatkan Jokowi di periode pertamanya, kehadiran Ma’ruf Amin diharapkan bisa menutupi kekurangan tersebut.

Dengan memetakan beberapa persoalan negara yang paling krusial untuk dikerjakan vis a vis sejalan dengan misi NU, maka idealnya, di pemerintahan yang baru, KH Ma’ruf Amin bisa memainkan peran yang lebih besar untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut.

Jika Gus Dur mampu merajut kembali tali persatuan antar anak bangsa yang sempat terkoyak pasca-munculnya berbagai gejolak di sepanjang transisi reformasi, maka kontribusi yang sama, dengan rupa kondisi serta kompleksitas yang berbeda akan ditunggu-tunggu melalui gebrakan KH Ma’ruf Amin.

Apakah KH Ma’ruf Amin akan mampu menjawab tantangan yang kini sedang umat hadapi melaui pengimplementasian nilai-nilai NU tersebut di atas?

Wallahu a’lam bishawab
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com