JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (Ikohi) dan Amnesty Internasional Indonesia menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang tak menunjukkan upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Padahal, menurut Ikohi dan Amnesty, penghilangan paksa sejumlah aktivis pada tahun 1997/1998 bisa menjadi modal dasar untuk presiden mempriorotaskan kasus pelanggaran HAM.
"Kami menilai bahwa penghilangan paksa adalah sebuah pelanggaran HAM serius yang tidak hanya berdampak pada mereka yang dihilangkan, namun juga para keluarga korban," kata Manajer Kampanye Amnesty Internasional Indonesia Puri Kencana Putri di kantor Amnesty Internasional Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/10/2019).
Baca juga: Amnesty Internasional Sebut 9 Isu HAM yang Harus Diprioritaskan Jokowi-Maruf
Puri mengatakan, Komnas HAM dan DPR sebenarnya telah merekomendasikan sejumlah hal kepada presiden untuk mengusut kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Melalui penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM tahun 2006 dan penyelidikan DPR tahun 2009, lahir empat rekomendasi.
Pertama, rekomendasi untuk presiden membentuk pengadilan HAM ad hoc.
Kedua, rekomendasi untuk presiden dan insitusi pemerintah serta pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 aktivis yang masih hilang.
Komnas HAM dan DPR juga merekomendasikan pemerintah merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang.
Selain itu, merekomendasikan pemerintah segera meratifikasi Konvensi Anti-penghilangan Paksa.
Namun demikian, hingga saat ini, kasus pelanggaran HAM tak kunjung terselesaikan.
"Kasus penghilangan orang secara paksa 1997/1998 tak pernah terselesaikan hingga kini, 21 tahun kemudian. Keluarga korban masih terus menanti kejelasan keberadaan mereka yang hilang," ujar Puri.
Baca juga: Amnesty International Indonesia: Kami Minta Tak Ada Pemeriksaan Lanjutan terhadap Ananda Badudu
Oleh karenanya, jelang pemerintahan Jokowi pada periode kedua, Amnesty dan Ikohi menuntut sejumlah hal.
Pertama, presiden untuk segera memberikan kepastian dan keberadaan 13 aktivis yang masih hilang.
Kedua, presiden untuk segera memerintahkan Kementerian Luar Negeri dan Kemenkumham RI untuk mempercepat proses ratifikasi Konvensi Internasional bagi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa.
"Keluarga korban penculikan aktivis menuntut pemerintahan Jokowi untuk segera membentuk tim pencariak aktivis yang dihilangkan paksa pada 1997/1998, sejalan dengan rekomendasi DPR RI," kata Puri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.