Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasa Partai Politik, Apa yang Akan Terjadi dengan BPK?

Kompas.com - 18/10/2019, 09:40 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

Kompas TV Video instagram kembalinya Sandiaga Uno ke Partai Gerindra menjadi viral di media sosial, saat ini bahkan video ini sudah ditonton lebih dari 2 juta views. Bagaimana kisah di balik video Sandiaga “Superman” Uno yang kembali ke Partai Gerindra? Simak Vlog Jurnalis KompasTV, Dipo Nurbahagia dan Juru Kamera Roy Ilman dengan Politisi Partai Gerindra, Sandiaga Uno. #sandiagauno #gerindra

"Terpilihnya mayoritas anggota BPK dari kalangan parpol pada akhirnya menimbulkan keraguan dan kekhawatiran banyak pihak tentang masa depan lembaga auditor negara ini," kata dia.

Kesan Bagi-bagi Kursi

Pemilihan anggota BPK yang sarat dengan nuansa politik itu akhirnya memunculkan kesan adanya upaya parpol untuk mengusai BPK.

"Ini bagi-bagi kursi anggota BPK di kalangan politisi. BPK lalu dianggap sebagai tempat penampungan bagi anggota DPR yang gagal terpilih kembali di parlemen," kata dia.

Menurut dia, apabila lembaga auditor negara sudah dikuasai oleh partai politik, maka lembaga itu akan sulit mewujudkan tata kelola organisasi secara berintegritas, independen dan professional.

Baca juga: 3 Pegawai BPK Dipanggil KPK Terkait Kasus SPAM

Padahal, kata dia, kedudukan BPK sangat strategis dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

Ditambah lagi, BPK juga merupakan lembaga yang menilai atau menetapkan jumlah kerugian keuangan negara khususnya dalam perkara korupsi.

Hasil Audit Rentan Diselewengkan

"Dominasi politikus di BPK akan mempengaruhi independensi lembaga ini saat melakukan pemeriksaan terhadap institusi DPR. Hasil audit BPK rentan diselewengkan untuk melindungi atau menjatuhkan seseorang berdasarkan pesanan partai politik tertentu," terang Emerson.

Lantaran berisi para politikus, maka konflik kepentingan dan objektivitas hasil audit BPK akan selalu menjadi pertanyaan saat memeriksa atau menghitung kerugian keuangan negara yang melibatkan politisi atau petinggi partai.

Kekhawatiran ini, kata dia, dikarenakan sudah ada contoh pada masa lalu. Antara lain tahun 2013 muncul dugaan intervensi atas 'hilangnya' nama 15 anggota DPR dalam audit BPK untuk skandal proyek Hambalang.

Tantangan Berat

Emerson mengatakan, terpilihnya anggota BPK saat ini menjadi tantangan berat bagi perbaikan citra lembaga tersebut di mata publik.

Apalagi BPK baru saja terkena masalah setelah anggota sebelumnya Rizal Djalil yang berlatar belakang PAN ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena menerima suap dari pihak swasta terkait proyek sistem pengadaan air minum di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Sebagai upaya perbaikan, masa mendatang mekanisme proses seleksi dan persyaratan menjadi anggota BPK perlu diperbaiki melalui revisi terhadap UU BPK," kata dia.

"Proses seleksi calon anggota BPK sebaiknya dilakukan oleh panitia seleksi yang independen dan dilaksanakan secara transparan serta akuntabel," lanjut dia.

Baca juga: Jadi Tersangka Suap, Rizal Djalil Dinonaktifkan dari Anggota BPK

Marwah BPK harus dijaga dari tindakan yang mencoreng citra lembaga.

Oleh karena itu, pengawasan di internal BPK harus diperketat. Termasuk kode etik bagi pegawai dan pejabat di lingkungan BPK juga dikaji ulang untuk menutup celah terjadinya perbuatan koruptif maupun tidak pantas lainnya.

"KPK juga perlu dilibatkan untuk membuat program mencegah pegawai atau anggota BPK kembali tersandung masalah korupsi," tutup dia. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com