JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta tak mendengarkan narasi-narasi politik dari anggota partai tentang pemakzulan atau impeachment terhadap presiden jika menerbitkan peraturan pengganti undang-undang (perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Kurnia Ramadhana, UUD 1945 telah menyebutkan bahwa presiden tak mungkin di-impeach hanya karena mengeluarkan perppu.
Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saja, kata dia, telah mengeluarkan perppu tapi tak ada impeachment untuknya.
"Karena itu (terbitkan perppu) adalah hak konstitusional presiden, subjektif presiden, prerogatif presiden yang nantinya juga akan ada uji objektivitas di DPR sehingga presiden harusnya berani tampil soal menyelamatkan KPK hari ini," katanya di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2019).
Baca juga: Survei PPI: Mayoritas Responden Ingin Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK
Diketahui, Undang-undang (UU) KPK hasil revisi telah resmi berlaku pada Kamis (17/10/2019) ini.
Walau belum ditandatangani Jokowi dan diberi nomor, UU tersebut tetap otomatis berlaku setelah 30 hari pengesahannya.
Penerbitan Perppu KPK masih ditunggu.
Hal tersebut juga untuk membuktikan janji yang disampaikan Jokowi saat akan menjadi Presiden tahun 2014 lalu.
Baca juga: Soal Perppu KPK, ICW: Presiden Jokowi Harusnya Tak Gentar Digertak Elite Politik
Jokowi berjanji ingin memperkuat KPK dan memperkuat pemberantasan korupsi.
"Masih ditunggu, sebab kami tegaskan bahwa ini merupakan janji Jokowi sebelum jadi presiden. Saat menjadi presiden, kita ingatkan agar dia jangan lupa janjinya dulu," kata Kurnia.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan