Dzulmi kemudian memerintahkan Syamsul mencari dana demi menutupi ekses dana nonbudget perjalanan ke Jepang itu dengan nilai sekitar Rp 800 juta.
"Kadis PUPR (Isa) mengirim Rp 200 juta ke Wali Kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi," ucap Saut.
"Pada 10 Oktober 2019, SFI (Syamsul) menghubungi APP (Aidiel Putra Pratama) Ajudan DE dan menyampaikan adanya keperluan dana sekitar Rp 800 sampai Rp 900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang," ujarnya.
Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan diminta kutipan dana. Ini termasuk sejumlah kepala dinas yang ikut berangkat ke Jepang.
"IAN, meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang, diduga tetap dimintai uang karena diangkat sebagai Kadis PUPR oleh DE. Di dalam daftar tersebut, IAN ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp 250 juta," ujar Saut.
Baca juga: Jadi Tersangka, Harta Kekayaan Wali Kota Medan Mencapai Rp 20 Miliar
Pada tanggal 13 Oktober 2019, Syamsul menghubung Isa terkait uang tersebut. Keesokan harinya, Syamsul menyampaikan ke Isa untuk mentransfer dana tersebut ke rekening bank atas nama kerabat dari Aidiel.
Pada 15 Oktober 2019, Isa mengirimkan uang Rp 200 juta ke rekening kerabat Aidiel dan mengonfirmasikan pengiriman uang itu ke Syamsul.
"SFI (Syamsul) kemudian bertemu dengan APP (Aidiel) dan menyampaikan bahwa uang sebesar Rp 200 juta sudah ditransfer ke rekening kerabatnya. APP menghubungi kerabatnya dan meminta agar uang diserahkan ke rekan APP sesama ajudan. Yang kemudian disimpan di ruangan bagian protokoler," kata Saut.
Baca juga: Wali Kota Medan Diduga Terima Suap dari Kepala Dinas PUPR
Salah satu ajudan Dzulmi yang lain, Andika, menanyakan kepada Isa tentang kekurangan uang sebesar Rp 50 juta yang disepakati.
Isa hanya menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya.
"Pada hari yang sama sekitar pukul 20.00 WIB, AND (Andika) datang ke rumah IAS untuk mengambil uang Rp 50 juta yang ditujukan untuk DE," kata Saut.