JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti departemen politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes berpendapat, menyusun formasi kabinet adalah salah satu pekerjaan paling rumit yang saat ini dikerjakan Presiden Joko Widodo.
"Menyusun kabinet untuk pemerintahan kedua Jokowi adalah salah satu hal yang paling rumit untuk diselesaikan saat ini," ujar Arya saat dihubungi, Rabu (16/10/2019).
"Dalam praktiknya, Jokowi harus mencari calon menteri yang sesuai standard. Namun, di sisi lain harus menampung aspirasi partai politik pengusung dan parpol di luar koalisi saat ini," lanjut dia.
Baca juga: [HOAKS] Surat Berisi Susunan Kabinet Jokowi-Maruf Amin
Menunjuk menteri berlatar belakang partai polisi, lanjut Arya, sangat penting sebagai bentuk komitmen politik Jokowi.
Selain itu, kepastian dukungan dari partai politik pendukungnya terus mengalir juga penting bagi kelanjutan program-programnya agar tidak dijegal di parlemen. Jokowi harus menguasai suara di parlemen.
Apabila komunikasi dengan parpol pendukung tidak harmonis, boleh jadi program, undang-undang atau anggaran yang diajukan eksekutif akan digagalkan di parlemen.
"Contoh UU sekaligus anggaran besar dan penting yang akan diajukan Presiden Jokowi ke depan ialah UU anggaran dan pembuatan dan pemindahan ibu kota baru Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur," papar Arya.
"Jika gagal mendapatkan dukungan politik yang kuat dari parlemen, rencana pemindahan ibu kota itu bisa jadi gagal," lanjut dia.
Baca juga: Airlangga Tak Tegas soal Wacana Gerindra Masuk Kabinet
Diberitakan, Jokowi dan Kiai Haji Ma'ruf Amin akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 mendatang.
Seiring dengan itu, formasi Kabinet Kerja Jilid II menjadi sorotan publik. Jokowi mengaku, sudah mengantongi nama-nama calon menteri dan akan diumumkan sehari atau dua hari setelah pelantikan.