JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan Arieska Kurniawaty mengeluhkan kurangnya dukungan dari masyarakat luas terhadap pengesahan segera Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
"Perjuangan melawan patriarki perjuangan melawan oligarki. Kalau kita lihat, ambil contoh aksi 24 dan 30 September ada konsistensi dukung perlawan terhadap sejumlah RUU, tetapi saat bicara RUU PKS maju mundur, ada yang dukung dan enggak," kata Arieska di Kantor WALHI, Selasa (15/10/2019).
Baca juga: Solidaritas Perempuan: RUU PKS Tak Jadi Prioritas karena Tak Untungkan DPR
Ini berbeda dengan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang banyak menuai protes dari masyarakat.
Padahal, kata dia, RUU PKS mengatur unsur dan bentuk kekerasan seksual. Ia pun berharap, RUU PKS ini bisa menjadi solusi atas kekerasan seksual yang terjadi, termasuk kekerasan verbal.
Ia mencontohkan penegak hukum maupun pejabat yang melontarkan pernyataan sembarangan terhadap korban kekerasan seksual, seperti kalimat "atas dasar suka sama suka".
"Praktik-prkatik patriarki ini menyebabkan banyak orang mengabaikan fakta sehingga harus ada aturan yang mengatasi ketimpangan," kata dia.
Baca juga: RUU PKS Belum Juga Disahkan, Solidaritas Perempuan Tantang Puan Maharani Berpihak pada Perempuan
Rencananya, pembahasan RUU PKS yang telah diinisiasi sejak 2017 ini akan dilakukan pada periode 2019-2024.
DPR dan pemerintah juga telah sepakat membentuk tim perumus untuk membahasnya.
Tim tersebut bertugas membahas seluruh daftar inventarisasi masalah dan pasal dalam draft RUU tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.