"Ada pengambilan dana operasional direksi. Saya pengeluarannya enggak tahu untuk apa, Pak. Saya hanya mengeluarkan tapi enggak tahu dipakainya untuk apa," ucap dia.
Kemudian, jaksa Burhanuddin juga bertanya ke mantan Ketua Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, Andreas Ginting.
"Apakah ada uang yang dialirkan ke pihak lain? Yang tidak ada kaitannya dengan proyek e-KTP?" tanya jaksa Burhanuddin.
"Seingat saya memang ada, PT Mega Lestari Unggul itu. Waktu itu adalah permintaan dari anggota konsorsium PT Sandipala untuk transfer bagian pekerjaannya itu ke nomor rekening PT Mega Lestari Unggul," ucap Andreas.
Meski demikian, Andreas lupa berapa uang yang ditransfer ke rekening perusahaan itu tersebut.
Dalam kasus ini, Markus didakwa memperkaya diri sebesar 1,4 juta dollar Amerika Serikat (AS) dalam pengadaan proyek e-KTP.
Menurut jaksa, Markus bersama pihak lainnya dan sejumlah perusahaan yang ikut dalam konsorsium pemenang pekerjaan paket e-KTP juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,31 triliun.
Perhitungan kerugian keuangan negara itu berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan Nomor: SR-338/D6/01/2016 tanggal 11 Mei 2016.
Baca juga: Novel Baswedan dan Miryam S Haryani Jadi Saksi dalam Sidang Markus Nari
Menurut jaksa, Markus juga ikut berperan memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013.
Perbuatan Markus dalam perkara ini juga memperkaya orang lain dan korporasi.
Terkait korporasi, beberapa di antaranya adalah PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra diperkaya sekitar Rp 148,86 miliar; PT LEN Industri sejumlah Rp 3,41 miliar; dan PT Sucofindo sebesar Rp 8,23 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.