JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-undang (RUU) penghapusan kekerasan seksual (PKS) gagal diselesaikan anggota DPR RI masa jabatan 2014-2019.
Banyak pihak yang menyayangkan hal tersebut, termasuk Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise.
Padahal, Yohana mengatakan, telah banyak membantu DPR RI untuk segera mengesahkan RUU PKS. Namun, hingga masa jabatan DPR 2014-2019 berakhir, RUU tersebut tak juga disahkan.
Yohana mengaku kecewa berat dengan kinerja DPR periode 2014-2019.
Baca juga: Ini 3 RUU yang Dititipkan Yohana ke Calon Pengganti, Salah Satunya RUU PKS
Ia menilai, DPR telah gagal karena tidak mampu merealisasikan aturan penghapusan kekerasan seksual melalui RUU PKS.
"Kami menganggap bahwa DPR kali ini gagal dan memang kita pemerintah agak kecewa berat juga karena kami sudah membuang waktu, tenaga, pikiran, dana untuk membicarakan khusus soal RUU PKS ini ternyata tidak jadi," kata Yohana dalam sebuah wawancara khusus bersama Kompas.com di Waropen, Papua, Kamis (10/9/2019).
RUU PKS merupakan aturan yang menjadi inisasi DPR, dalam hal ini badan legislatif (Baleg).
Sejak pertama kali gagasan aturan ini muncul, kata Yohana, pemerintah banyak membantu DPR dalam melakukan kajian draf RUU PKS. Termasuk, mengkaji pasal demi pasal dan ayat demi ayat pada RUU tersebut.
Baca juga: Jika DPR Tak Bisa Cepat Selesaikan RUU PKS, Pemerintah Siap Ambil Alih
Yohana mengaku, pihaknya juga banyak membantu legislatif dalam melibatkan organisasi-organisasi masyarakat untuk membahas RUU.
Menjelang akhir September atau pergantian jabatan DPR dari periode 2014-2019 ke periode 2019-2024, RUU ini diharapkan rampung dan bisa segera disahkan. Apalagi, daftar inventaris masalah (DIM) RUU pun telah tuntas.
Pemerintah, dalam hal ini kementerian yang dipimpin Yohana, tinggal menunggu panggilan dari DPR untuk mengesahkan RUU tersebut. Namun, hingga masa jabatan anggota DPR 2014-2019 habis, tak ada ketuk palu tanda pengesahan RUU PKS.
"Kita sudah banyak melakukan kajian, sudah banyak diskusi publik, kalau bisa disahkan targetnya September sebelum masuk ke legislatif yang baru. Ternyata tidak (disahkan) juga sampai sekarang," ujar Yohana.
Besar harapan yang ditaruh Yohana pada Ketua DPR periode 2019-2024, Puan Maharani.
Baca juga: RUU PKS Tak Kunjung Rampung, Menteri Yohana Sebut Pemerintah Kecewa Berat
Sebagai seorang perempuan, Puan Maharani diharapkan bisa memimpin lembaganya untuk segera mengesahkan RUU PKS.
"Ketua DPR sekarang Puan Maharani, kami harapkan sebagai seorang perempuan Indonesia yang hebat dan punya pengalaman sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia, pasti akan punya persepsi yang lebih dalam lagi, lebih tinggi daripada kami dan pasti akan secepatnya mengesahkan UU ini," kata Yohana.
Bukan tanpa alasan Yohana meminta legislatif segera mengesahkan RUU ini. Yohana menyebut, angka kekerasan seksual, khususnya pada perempuan, dari tahun ke tahun masih cukup tinggi.
Hal ini terjadi karena belum adanya payung hukum yang khusus mengatur perbuatan kekerasan seksual.
"Angka korban yang setiap saat ada, kan kekerasan terhadap perempuan cukup tinggi, korban berada di mana-mana, yang memang belum bisa ditangani secara baik hukumnya karena legalitas hukumnya kan belum ada," ujar dia.
Baca juga: Ketua DPR Perempuan Pertama, Puan Diharapkan Percepat Pengesahan RUU PKS
Yohana berharap wakil rakyat yang baru dilantik cepat-cepat mengesahkan RUU PKS.
Jika DPR tidak mampu dengan segera menyelesaikan RUU itu, Yohana mengatakan, pihaknya siap mengambil RUU tersebut sebagai RUU inisiatif pemerintah.
"Kalau DPR mau melepaskan itu dan serahkan pemerintah yang mengatur itu, saya pikir akan sangat bisa karena kami menangani perempuan dan anak. Jadi kami bisa menangani UU ini, artinya RUU ini bisa kami selesaikan," kata dia.