UFC adalah perusahaan Amerika yang memperdagangkan buah-buahan tropis terutama pisang ke AS dan Eropa.
Beberapa penulis mendeskripsikan praktik usaha mereka sebagai neokolonialisme.
UFC berperan penting dan berlangsung lama dalam perekonomian negara-negara Amerika Selatan dan media Amerika Selatan menjuluki UFC sebagai el pulpo, gurita.
Decree 900 ini secara langsung mengancam kepentingan UFC.
Mereka kehilangan hak menguasai lahan pertanian luas dengan dukungan pemerintah seperti era sebelumnya.
Untuk melindungi dan menyelamatkan investasi dan kepentingannya, maka UFC sangat berkepentingan mencari cara menggagalkan kebijakan itu.
Betapa beruntungnya UFC saat itu. Salah satu mantan direksi UFC adalah John Foster Dulles, yang kemudian menjadi Menteri Luar Negeri Amerika di bawah Presiden Eisenhower.
John Dulles punya saudara kandung Allen Welsh Dulles yang menjabat sebagai direktur CIA. Maka lobby mereka ke pemerintah AS berjalan mulus.
Pada saat itu tahun 1950-an, Perang Dingin AS - Uni Soviet sedang panas. Masing-masing berebut pengaruh dan sangat sensitif pada penguasaan kawasan.
Maka mereka membangun isu utama yang mereka rancang untuk kepentingan melindungi investasi perusahaan AS, yaitu; lawan komunisme!
Untuk menggelindingkan isu utama tersebut, mereka membayar ahli Public Relations terkemuka, Edward Bernays, yang pernah berhasil mengampanyekan perempuan Amerika merokok pada akhir tahun 1920-an.
CIA kemudian membangun sistem penyebaran isu bahwa Arbenz adalah seorang komunis antek Uni Soviet yang mengancam eksistensi AS.
Mereka beroperasi dari dua negara tetangga Guatemala yaitu Honduras dan El Salvador.
CIA membangun kasak-kusuk dengan kelompok bawah tanah dan mereka yang hanya ingin kekuasaan.
Amerika meluncurkan program yang dibungkus dengan kemasan menumpas komunisme di Guatemala dengan kode PBSUCCESS.
Tujuan utamanya adalah menjatuhkan Presiden Arbenz dan mengagalkan UU Reformasi Agraria-nya.
Indonesia sedang mengalami tantangan keutuhan yang dibangun melalui komunikasi publik lewat media sosial.
Ketika Pilpres tahun 2014, isu komunis pernah digelindingkan untuk menghadang Jokowi yang ikut pencalonan waktu itu.
KH. Aziz Mansyur, Ketua Dewan Syuro partai politik pendukung waktu itu, melakukan rally tabayyun ke kawasan Solo untuk kejelasan “ke-PKI-an Jokowi.”
Isu itu ternyata tidak terbukti.
“Ke-PKI-an Jokowi” hanya satu isu yang dihembuskan untuk menghadang tapi Jokowi akhirnya tetap terpilih.
Baca juga: Survei SMRC: Publik Tak Percaya Isu Jokowi PKI, Antek Asing, Anti-Islam
Isu lain terus dirancang untuk menghadang Jokowi di pilpres 2019, kegagalan ekonomi, hidup rakyat makin susah, antek asing dan aseng, dan isu-isu yang menggunakan agama, tapi ternyata Jokowi tetap terpilih dengan selisih meyakinkan.