JAKARTA, KOMPAS.com - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih Nurul Ghufron terancam tak dapat dilantik sebagai pimpinan KPK bila UU KPK hasil revisi telah berlaku dan diundangkan.
Pakar hukum tata negara dari IPDN, Juanda, mengatakan, Nurul terancam tak bisa dilantik karena UU KPK hasil revisi mengatur pimpinan KPK minimal berusia 50 tahun, sedangkan Nurul baru berusia 45 tahun.
"Kalau berlaku, berdasarkan undang-undang itu, jelas seseorang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang itu tidak bisa dilantik" kata Juanda kepada Kompas.com, Jumat (11/10/2019).
Baca juga: Capim KPK Nurul Gufron: SP3 Itu Sesuai Hukum Negara yang Berlandaskan Pancasila
Ghufron diketahui lahir pada 22 September 1974. Artinya, ia baru berusia 45 tahun ketika mengikuti proses pemilihan hingga dilantik pada Desember 2019.
Juanda menegaskan, pelantikan pimpinan KPK yang baru pada Desember 2019 mesti didasari pada UU KPK hasil revisi yang akan berlaku pada 17 Oktober 2019.
Menurut Juanda, hal itu menimbulkan problematika karena Ghufron sesungguhnya telah sah terpilih sebagai pimpinan KPK bila berdasarkan UU KPK yang lama.
"Ini kan membuat seseorang itu dirugikan. Ini harusnya tidak boleh terjadi karena dia itu sudah terpilih, berdasarkan undang-undang lama sah dia, cuma waktu pelantikannya berdasarkan undang-undang yang baru," kata Juanda.
Baca juga: Rapat Paripurna DPR Resmi Tetapkan 5 Pimpinan KPK Terpilih
Bila Ghufron dipaksakan untuk dilantik, kata Juanda, jabatannya sebagai pimpinan KPK dapat dianggap tidak sah.
Efeknya, Ghufron tidak berhak memperoleh kewenangan sebagai pimpinan KPK.
"Kalau seseorang dilantik tidak sesuai undang-undang yang berlaku, konsekuensinya kan cacat. Kalau cacat, itu berarti tunjangan segala macam yang ia terima itu terindikasi pada korupsi," ujar Juanda.
Baca juga: Draf UU KPK Hasil Revisi Typo, Puan: Itu Teknis, Sudah Dibicarakan
Pasal 29 huruf e UU KPH hasil revisi menyatakan, "Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: berusia paling rendah 50 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;"
Gara-gara pasal ini, Istana mengembalikan draf UU KPK hasil revisi ke DPR karena terdapat ketidaksesuaian persyaratan usia. Dalam angka dituliskan "50" tahun, tapi dalam huruf dituliskan "empat puluh" tahun.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, adanya kesalahan pengetikan (typo) itu adalah hal teknis.
Baca juga: Mensesneg: UU KPK Ada Typo, Jadi Dikembalikan ke DPR
"Itu teknis, itu kemudian kita sudah konsolidasikan, sudah bicarakan, nanti selanjutnya kita lakukan hal-hal yang memang perlu dilakukan," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Puan mengatakan, salah pengetikan itu akan membuat perubahan pada makna sehingga UU KPK hasil revisi harus segera diperbarui.
"Justru itu kita akan update, kita akan lakukan secepatnya terkait hal-hal itu," ujarnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.