Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Perppu, KPK Menanti, Parpol Terbelah

Kompas.com - 10/10/2019, 08:31 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan sepenuhnya wacana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perrpu) terkait UU KPK hasil revisi kepada Presiden Joko Widodo.

"Kita serahkan saja pada presiden. karena menerbitkan atau tidak menerbitkan perppu itu merupakan otoritas dari presiden," kata Juru Bicara KPK Febri Dianysah, Rabu (9/10/2019).

Febri menyatakan, penerbitan perppu merupakan domain Presiden Jokowi. Namun, ia mengingatkan bahwa ada desakan kuat dari publik agar Presiden mengeluarkan perppu meskipun sejumlah partai politik menolak.

"Apakah misalnya presiden cenderung akan mendengar suara dari partai politik yang sebagian kita tahu tidak mau ada perppu, atau cenderung untuk mendengar ribuan atau puluhan ribu mahasiswa, pelajar, dan masyarakat yan menyampaikan eksplisit di demontrasi-demonstrasi dan juga para tokoh yang mengusulkan itu, kita serahkan saja pada presiden," kata Febri.

Baca juga: Kritik UU KPK Hasil Revisi, Febri: Ungkap Kasus Kakap Butuh Waktu Lama

Febri melanjutkan, pihaknya telah mengidentifikasi sedikitnya ada 26 poin pelemahan KPK bila UU KPK hasil revisi diberlakukan.

Salah satu poin itu adalah pembatasan masa penyidikan menjadi dua tahun. Menurut Febri, pembatasan itu akan menyulitkan penyidikan kasus-kasus besar.

Salah satu contohnya adalah kasus tindak pidana pencucian uang adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, Tubagud Chaeri Wardana, yang penyidikannya baru selesai setelah lima tahun.

"Kalau penanganan perkara di KPK dibatasi waktunya dua tahun mungkin kasus seperti TPPU atau kasus seperti TCW ini tidak mungkin terbongkar. Penyidikan kasus ini membutuhkan waktu 5 tahun meskipun kita tahu yanv disita jumlahnya signifikan Rp 500 miliar," kata Febri.

Febri menuturkan, kasus TPPU Wawan merupakan salah satu yang cukup rumit lantaran KPK mesti menghitung kerugian keuangan negara dengan jumlah yang signifkan.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Tak Mudah Bagi Presiden Berani Terbitkan Perppu KPK

Menurut Febri, kerumitan serupa juga terjadi ketika KPK mengusut kasus KTP Elektronik, BLBI, maupun korupsi di sektor pertambangan, kehutanan, serta kasus korupsi lintas negara.

Febri menyatakan, UU KPK hasil revisi yang membatasi masa penyidikan menjadi hanya dua tahun, sangat berisiko melemahkan KPK dalam mengungkap kasus-kasus besar.

"Banyak pihak termasuk politikus bilang KPK harus ungkap kasus big fish kan? Padahal untuk ungkap kasus itu butuh waktu dan sumber daya yang cukup besar, ini yang kami lihat tidak cukup konsisten," kata Febri.

Parpol Terbelah

Di sisi lain, sejumlah partai politik pendukung pemerintah justru menyatakan menolak wacana perppu tersebut.

Penolakan itu salah satunya datang dari PDI Perjuangan (PDI-P) yang notabene merupakann partai pengusung utama Jokowi.

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, sikap resmi Fraksi PDI-P ialah menolak perppu dan menyarankan agar polemik revisi UU KPK diselesaikan melalui judicial review di Mahkamah Konsitusi atau legislative review.

Baca juga: Sikap Resmi, Fraksi PDI-P Menolak jika Jokowi Terbitkan Perppu KPK

"Pandangan resmi kami di fraksi, sebaiknya tetap melalui judicial review dan legislative review," kata Hendrawan saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).

Perppu KPK, jika diterbitkan, akan langsung berlaku. Namun, perppu itu tetap membutuhkan persetujuan DPR.

Hal ini diatur di Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut mengatur dalam kegentingan memaksa, presiden berhak menetapkan perppu.

Ayat berikutnya mengatur, peraturan tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan. Jika tidak mendapat persetujuan, perppu harus dicabut.

Hendrawan pun menilai tidak elok jika polemik revisi UU KPK ini harus diselesaikan lewat tarik menarik kepentingan politik.

Ia menilai akan lebih baik diselesaikan lewat proses uji materi di MK atau revisi ulang di DPR dan pemerintah.

"Sedikit memakan waktu, tetapi prosesnya lebih sehat, ada di jalur hukum, bukan dengan hasil tarik-menarik kepentingan politik," kata Hendrawan.

Sementara itu, Partai Gerindra yang merupakan penantang Jokowi pada Pemilu 2019 lalu memiliki sikap yang berbeda dengan PDI-P.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pihaknya tidak akan secara langsung menyatakan menolak atau mendukung jika Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Perppu KPK.

"Itu tergantung. Kita harus baca dulu. Kalau keluar perppu-nya, bunyinya apa, bagaimana, memperkuat atau memperlemah. kan begitu," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Baca juga: Soal Penerbitan Perppu KPK, Gerindra Beda Sikap dengan PDI-P

Muzani menekankan bahwa Presiden Jokowi memiliki hak prerogatif untuk mengeluarkanPerppu KPK.

Pertimbangan penerbitan perppu didasarkan pada syarat situasi kegentingan yang memaksa.

Di sisi lain, partai politik tidak memiliki hak untuk mengintervensi penerbitan perppu.

"Kan beliau kepala negara, itu kekuasaan presiden yang agak sulit diintervensi. Itu wilayah subyektif presiden," kata Muzani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com