Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena "Buzzer" Politik, Bisingnya Media Sosial hingga Pentingnya Pencerdasan Publik

Kompas.com - 09/10/2019, 06:57 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

"Nah sejak masuk ke politik, dia ini perlahan bercitra negatif karena cara kerja buzzer politik itu dia menaikkan citra seorang kandidat dengan mempromosikan prestasi. Tapi di sisi lain dia menyerang kandidat lawan, dengan fitnah, hoaks dan cara-cara yang difabrikasi," katanya.

Pada titik itulah, peredaran hoaks dan disinformasi semakin masif, hingga saat ini. Apalagi literasi sebagian publik soal media sosial masih rendah dan publik juga rentan dipengaruhi isu SARA.

Pencerdasan publik dan pengaturan

Rinaldi menekankan pentingnya upaya pencerdasan publik di tengah fenomena buzzer di media sosial.

"Yang perlu didorong pencerdasan publik, kan publik belum terkonsolidasi. Ada CSO, kelompok intelektual, dan masyarakat luas itu harus konsolidasi," kata Rinaldi.

Menurut dia, itu perlu dilakukan untuk membangun jaringan pesan yang kuat untuk melawan buzzer yang melakukan manipulasi opini publik. Ia berharap publik aktif bersuara melawan narasi negatif yang disebarkan buzzer di media sosial.

"Intelektual perlu aktif memproduksi pengetahuan kepada publik supaya tercerahkan dan tahu mana yang positif dan negatif. Nanti akan tertangkap di jaringan sosialnya nanti bisa terlihat suara publik, bisa membentuk jaringan yang besar," kata dia.

Upaya itu penting, mengingat buzzer yang menyebarkan narasi negatif sulit dikontrol. Rinaldi menilai buzzer tak bisa 'ditertibkan' sebagaimana yang disampaikan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko.

Baca juga: Fenomena Buzzer Memanipulasi Opini, Pencerdasan Publik Dinilai Penting

Sebab, menurut Rinaldi, tidak ada kejelasan siapa pula yang memerintah, menggerakkan, dan membayar mereka. Selain itu tidak ada pengaturan legal yang mengikat mereka.

"Cara kerjanya di zona abu-abu, penuh kerahasiaan, tidak ada akuntabilitas yang mendanai dan apakah betul disponsori pihak A atau B, kemudian pesannya kan negatif," kata dia.

"Buzzer kayak itu efektif di masyarakat yang tidak teliterasi dengan baik, apalagi masyarakat kita yang cenderung komunal di mana kita suka men-share tanpa memfilter mandiri dan apalagi di tengah kondisi politik kita," ujar Rinaldi.

Ke depannya, Rinaldi berharap ada pengaturan legal yang mengikat buzzer politik, selayaknya buzzer untuk mendukung promosi brand atau produk.

"Harus ada pengaturan secara legal buzzer bekerja untuk siapa, di bawah agency apa, apakah dia terdaftar di agency itu, didanai oleh siapa dia. Ketika menyebarkan pesan dia harus menyatakan dia didanai. Dengan syarat mereka bergerak dengan akuntabel dan transparan," ungkap Rinaldi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com