Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masinton Anggap UU KPK Hasil Revisi Sebuah Keniscayaan

Kompas.com - 09/10/2019, 05:34 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menilai, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah disepakati beberapa waktu lalu oleh DPR dan pemerintah merupakan sebuah keniscayaan.

Menurut Masinton, revisi UU KPK guna menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

"Revisi ini keniscayaan. Di belahan dunia mana pun, undang-undang mengenai lembaga antikorupsinya pasti dia dilakukan revisi menyesuaikan kondisi zamannya," ujar Masinton dalam diskusi bertajuk "Habis Demo Terbitkah Perppu?" di kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (8/10/2019).

"Disesuaikan kebutuhan penerapan hukumnya, maka dia direvisi berkali-kali," kata Masinton.

Baca juga: Draf UU KPK Hasil Revisi Typo, Puan: Itu Teknis, Sudah Dibicarakan

Masinton pun melihat pembahasan revisi UU KPK terkesan seperti sesuatu yang tabu untuk dibicarakan sejak lama. Banyak pihak yang selalu menolak UU KPK lama direvisi.

"Saya berpandangan ini justru memang harus direvisi. Misalnya kenapa (ada) Dewan Pengawas, di negara mana lembaga antikorupsinya enggak diawasi? Ada semua. Kok diawasi enggak mau," kata Masinton.

Dewan Pengawas KPK sebelumnya tidak diatur dalam UU KPK lama. Namun demikian, dalam UU KPK hasil revisi memuat sejumlah ketentuan menyangkut Dewan Pengawas.

Keberadaan dewan pengawas dinilai memperlemah KPK. Sebab, lembaga antirasuah itu harus mendapat persetujuan dewan pengawas sebelum melakukan penyadapan, misalnya.

Selain itu, dewan pengawas yang dipilih presiden dinilai berpotensi mengintervensi kerja KPK.

Kemudian, hal lain yang perlu direvisi oleh Masinton adalah terkait surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 dan status pegawai KPK.

"SP3 itu juga, ya kan bisa memberikan rasa keadilan dan kepastian. Status kepegawaian, pegawai itu kan kalau dibuka itu UU ASN yang dibiayai negara harus ikut UU ASN, gitu. Kan mereka (pegawai KPK) dibiayai negara," kata Masinton.

Baca juga: Ini 26 Poin dari UU KPK Hasil Revisi yang Berisiko Melemahkan KPK

Kewenangan SP3 merupakan kewenangan baru yang dimiliki KPK berdasarkan UU KPK hasil revisi. Ketentuan itu salah satunya diatur pada Pasal 40 Ayat (1).

Pasal itu menyatakan, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Dalam revisi UU KPK, status kepegawaian KPK sebagai ASN dan tunduk pada ketentuan UU ASN. Pengangkatan pegawai juga menyesuaikan dengan UU ASN.

Terkait opsi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap UU KPK hasil revisi, Masinton meminta semua pihak tak menekan Presiden Joko Widodo.

"Jangan ada siapa pun coba menekan-nekan presiden dalam hal menerbitkan perppu. Itu hak subyektif presiden, hormati. Tidak boleh ada satu kekuatan pun yang menekan. Bahaya kalau ketatanegaraan di konstitusi kita, kita letakkan pada tekanan-tekanan," ucap Masinton.

Baca juga: Setelah KPK Dikebiri dan Tak Sakti Lagi...

Meski itu hak subyektif presiden, lanjut Masinton, ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi untuk menerbitkan perppu sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138 Tahun 2009.

Beberapa syarat pengeluaran perppu di antaranya adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.

Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan mendesak tersebut perlu diselesaikan.

"Ihwal kegentingan itu dalam putusan MK itu kegentingan yuridis. Meskipun itu kan hak subyektif presiden bukan kegentingan yang digenting-gentingkan, karena ada massa protes keluarkan perppu, konferensi pers keluarkan perppu," kata dia.

"Bukan itu yang dimaksud kegentingan, kegentingan yuridis. Apakah itu terpenuhi? Tidak. Secara obyektif itu belum," ucap Masinton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Nasional
Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com