Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Amendemen UUD 45 Bentuk Kegerahan Parpol

Kompas.com - 08/10/2019, 18:20 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, berpandangan, wacana amendemen UUD 1945 yang dimunculkan MPR belakangan ini merupakan bentuk kekhawatiran elite parpol atas situasi politik yang terjadi pada era reformasi.

Belakangan, rakyat semakin punya peran dalam kehidupan bernegara. Bisa jadi, elite partai merasa khawatir karena kian kehilangan hak-hak istimewa yang dulu mereka dapat saat era Orde Baru.

"Kelihatannya mereka ini mulai gerah melihat bahwa ternyata rakyat ini sekarang kekuasaannya cukup besar nih. Mereka mungkin merasa kehilangan privilege-nya selama ini yang waktu zaman orde baru dimiliki sehingga pengen mengamendemen," kata Bivitri kepada Kompas.com, Selasa (8/10/2019).

Baca juga: Menurut PKB, Kewenangan MPR Tetapkan GBHN Tak Harus Lewat Amendemen UUD 1945

Pandangan Bivitri itu didasari pada wacana amendemen yang dimunculkan secara tiba-tiba dari sejumlah partai politik.

Padahal, beberapa waktu ini, rakyat sibuk menuntut parlemen untuk membenahi beberapa hal, di antaranya upaya pemberantasan korupsi.

Tidak ada tuntutan rakyat yang meminta parlemen kembali mengamendemen UUD 1945.

Wacana amendemen juga sempat dimanfaatkan sejumlah partai politik sebagai syarat memberikan dukungan kepada calon Ketua MPR, misalnya oleh PDI-P. 

Secara terang-terangan, PDI-P menjadikan wacana amendemen UUD 1945 sebagai syarat dukungan mereka kepada Bambang Soesatyo. Kini, Bambang telah duduk di kursi Ketua MPR.

"Saya melihat fenomena yang terjadi ini, bagaimana posisi tawar Pak Bambang Soesatyo dan calon-calon wakil ketua MPR yang lainnya juga, itu dijadikan alat tawar menawar oleh PDI-P untuk mendukung amandemen ini sebagai sebuah transaksi politik yang berlawanan dengan keinginan rakyat, yang sangat berfokus pada kepentingan politiknya elite partai," ujar Bivitri.

Baca juga: Fraksi PKB: Amendemen UUD 1945 Harus Terbatas

Oleh karena berfokus pada kepentingan elite partai, Bivitri menilai, wacana amendemen UUD 1945 saat ini sangat berbeda dengan amendemen UUD tahun 1999 hingga 2002.

Sebab, kala itu, amendemen dilakukan berdasar tuntutan rakyat yang memang meminta adanya perubahan Undang-Undang Dasar.

"Nah ini kan dari masyarakat enggak ada pembahasan apa pun soal amendemen, kita bahasnya soal korupsi, kita bahas soal banyak hal, tetapi amendemen enggak masuk radar, tiba-tiba elite politik keluar dengan ide itu," kata Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu.

Wacana amendemen UUD 1945 kembali mencuat setelah PDI Perjuangan menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR RI 2019-2024.

Baca juga: Bola Liar Amendemen UUD 1945, Potensi Presiden Kembali Dipilih oleh MPR...

Dukungan PDI-P kepada Bambang bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Ketetapan MPR.

Bambang Soesatyo telah terpilih sebagai Ketua MPR RI periode 2019-2024.

Bambang terpilih sebagai Ketua MPR melalui rapat paripurna penetapan dan pelantikan ketua MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019) malam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com