Ada yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi 8 tahun dalam satu periode. Ada pula yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi empat tahun dan bisa dipilih sebanyak tiga kali.
Usul lainnya, masa jabatan presiden menjadi lima tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak tiga kali.
"Itu harus didiskusikan. Jadi mendalaminya harus komprehensif tidak sepotong-potong," kata Plate.
Baca juga: Wacana Amendemen UUD 1945 Akan Jadi Kemunduran Demokrasi jika...
Menurut Muzani, tidak menutup kemungkinan pembahasan juga akan mencakup ketentuan lain, misalnya terkait ketentuan pemilihan presiden oleh MPR.
"Sebagai sebuah kemungkinan atau kekhawatiran bahwa itu bisa melebar ke kanan ke kiri saya kira bisa," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10/2019).
"Karena istilahnya begitu GBHN diamandemen menjadi sebuah ketetapan MPR dan masuk dalam UUD, maka kemudian ada sisi lain yang harus dipertimbangkan," tutur dia.
Amandemen UUD 1945 terkait penerapan kembali GBHN merupakan rekomendasi dari MPR periode 2009-2014.
Melalui amandemen, nantinya MPR akan memiliki kewenangan untuk menentukan GBHN yang wajib dijalankan oleh presiden.
Baca juga: Soal Amendemen UUD 1945, Gerindra: Prabowo Ingin Presiden Dipilih Langsung oleh Rakyat
Muzani menjelaskan, jika GBHN dihidupkan kembali, maka harus ditentukan tolok ukur sejauh mana seorang presiden telah melaksanakan haluan negara.
Kemudian, dengan kewajiban menjalankan GBHN, posisi presiden akan menjadi mandataris MPR.
"Kalau sudah mandataris MPR berarti presiden dipilih oleh MPR. Sebagai kemungkinan, itu mungkin terjadi, mungkin," kata Muzani.