JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang Presiden Joko Widodo mengingkari Nawacita gagasannya jika tak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengungkapkan, publik masih mengingat dan terus menagih janji presiden soal Nawacita yang diinisiasi pada 2014. Salah satu poin Nawacita menyebutkan, "Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya".
Nawacita adalah 9 poin agenda prioritas Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dipublikasikan pada saat Pemilihan Presiden 2014.
"Tegas disebutkan pada poin keempat bahwa Joko Widodo-Jusuf Kalla menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya," ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa (8/10/2019).
Baca juga: Wakil Ketua DPR Sebut Tak Ada Kegentingan untuk Presiden Terbitkan Perppu KPK
"Publik dengan mudah menganggap bahwa Nawacita ini hanya ilusi jika Presiden tidak segera bertindak untuk menyelamatkan KPK," katanya.
Lebih jauh, Kurnia menjelaskan, sepanjang lima tahun kepemimpinan Jokowi-JK, berbagai pelemahan terhadap KPK telah terjadi.
Pelemahan itu, ujarnya, mulai dari penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sarat akan persoalan, dan pembahasan serta pengesahan revisi UU KPK hasil inisiatif DPR.
"Di waktu yang sama seakan Presiden mengabaikan persoalan tersebut sembari membiarkan pelemahan KPK terus-menerus terjadi. Tentu ini akan berimplikasi pada pandangan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan selama ini, bukan tidak mungkin anggapan tidak pro terhadap pemberantasan korupsi akan disematkan pada pasangan Jokowi-JK," paparnya kemudian.
Di sisi lain, seperti diungkapkan Kurnia, jika perppu tak dikeluarkan, bisa saja lepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan menurun.
Menurut Kurnia, pada Pilpres 2019 Jokowi yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin mengantongi 85 juta suara yang mengantarkannya kembali menjadi Presiden.
"Tentu para konstituennya tidak berharap adanya kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi," katanya.
Menurutnya, adalah hal yang wajar jika para pemilih Jokowi mendasarkan pilihannya atas janji politik yang telah disampaikan dan berharap akan realisasi yang jelas.
Namun, lanjutnya, kondisi saat ini justru terbalik, narasi penguatan pemberantasan korupsi yang selama ini didengungkan oleh presiden seakan luput dari kebijakan pemerintah.
Desakan agar Presiden Jokowi menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK yang baru direvisi disuarakan oleh sejumlah aktivis dan masyarakat sipil.
Menuru hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), publik pun mendukung Presiden untuk menerbitkan perppu. Survei tersebut menunjukkan 76,3 persen responden yang mengetahui UU KPK hasil revisi setuju Presiden Joko Widodo menerbitkan perppu terhadap UU KPK hasil revisi.
Hal itu dipaparkan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis temuan survei Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik di Erian Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
"Saya melihat di sini ada aspirasi publik yang kuat yang mengetahui revisi UU KPK itu bahwa karena melemahkan, implikasinya kan melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia juga. Dan untuk menghadapi itu, menurut publik, jalan keluarnya adalah perppu," kata Djayadi.
Baca juga: Survei LSI: 76,3 Persen Responden Setuju Presiden Terbitkan Perppu KPK
Sebelum ke pertanyaan soal perppu KPK, pada awalnya ada 1.010 responden yang ditanya apakah mereka mengetahui unjuk rasa mahasiswa di sejumlah daerah untuk memprotes sejumlah undang-undang dan rancangan undang-undang.
Sebanyak 59,7 persen responden mengetahuinya. Sementara itu, 40,3 tidak mengetahuinya.
Dalam survei tersebut, responden dipilih secara stratified cluster random sampling dan terpilih 1.010 orang. Survei ini memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 3,2 persen.
Artinya, persentase temuan survei bisa bertambah atau berkurang sekitar 3,2 persen. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.