Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu Belum Jelas, ICW Nilai Masa Depan Pemberantasan Korupsi Terancam

Kompas.com - 08/10/2019, 11:12 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai masa depan pemberantasan korupsi kian terancam lantaran Presiden Joko Widodo hingga kini belum juga menegaskan apakah akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) UU KPK atau tidak.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyatakan, terancamnya pemberantasan korupsi itu berdasarkan pada revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang terdapat sejumlah poin dianggap melemahkan komisi antirasuah.

Jika perppu tak dikeluarkan sebelum batas waktu 17 Oktober ini, ICW memandang ada sejumlah implikasi yang berdampak ke KPK.

Baca juga: PPP: Survei LSI Tak Jadi Penentu Jokowi soal Perppu KPK

"Pertama, penindakan kasus korupsi akan melambat. Ini diakibatkan dari pengesahan UU KPK yang baru, yang mana nantinya berbagai tindakan pro justicia akan dihambat karena harus melalui persetujuan dari Dewan Pengawas. Mulai dari penyitaan, penggeledahan, dan penyadapan," ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/10/2019).

Kurnia menambahkan, implikasi lainnya adalah KPK tidak Lagi menjadi lembaga negara yang independen.

Pasalnya, berdasarkan Pasal 3 UU KPK yang baru menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

"Ini mengartikan bahwa status kelembagaan KPK tidak lagi bersifat independen. Padahal, sedari awal pembentukan KPK diharapkan menjadi bagian dari rumpun kekuasaan keempat, yakni lembaga negara independen dan terbebas dari pengaruh kekuasaan manapun, baik secara kelembagaan ataupun penegakan hukum," paparnya kemudian.

UU KPK baru yang dianggap akan melemahkan komisi antirasuah, lanjutnya, juga akan berdampak pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang bisa menurun drastis.

Kurnia menyebutkan, saat ini IPK Indonesia berada pada peringkat 89 dari total 180 negara dengan skor 38. Setelah dua tahun sebelumnya IPK Indonesia stagnan di angka 37. Salah satu penilaian dalam menentukan IPK adalah sektor penegakan hukum.

"Sederhananya, bagaimana mungkin IPK Indonesia akan meningkat jika sektor penegakan hukum, khususnya tindak pidana korupsi yang selama ini ditangani oleh KPK justru bermasalah dikarenakan UU-nya telah dilakukan perubahan," jelas Kurnia.

Desakan agar Presiden Jokowi menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK yang baru direvisi disuarakan oleh sejumlah aktivis dan masyarakat sipil.

Baca juga: Wakil Ketua DPR Sebut Tak Ada Kegentingan untuk Presiden Terbitkan Perppu KPK

Menuru hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) publik pun mendukung Presiden untuk menerbitkan perppu. Survei tersebut menunjukkan 76,3 persen dari responden yang mengetahui UU KPK hasil revisi, setuju Presiden Joko Widodo menerbitkan perppu terhadap UU KPK hasil revisi.

Hal itu dipaparkan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis temuan survei Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik di Erian Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2019).

"Saya melihat di sini ada aspirasi publik yang kuat yang mengetahui revisi UU KPK itu bahwa karena melemahkan, implikasinya kan melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia juga. Dan untuk menghadapi itu maka menurut publik jalan keluarnya adalah perppu," kata Djayadi.

Sebelum ke pertanyaan soal perppu KPK, pada awalnya ada 1.010 responden yang ditanya apakah mereka mengetahui unjuk rasa yang mahasiswa di sejumlah daerah untuk memprotes sejumlah undang-undang dan rancangan undang-undang.

Sebanyak 59,7 persen responden mengetahuinya. Sementara itu, 40,3 tidak mengetahuinya.

Baca juga: Survei LSI: 76,3 Persen Responden Setuju Presiden Terbitkan Perppu KPK

Dalam survei tersebut, responden dipilih secara stratified cluster random sampling dan terpilih 1.010 orang. Survei ini memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 3,2 persen.

Artinya, persentase temuan survei bisa bertambah atau berkurang sekitar 3,2 persen. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com