Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Demokrasi yang Kesepian

Kompas.com - 07/10/2019, 07:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLITIKUS Partai Golkar, Bambang Soesatyo, terpilih dengan suara bulat oleh sepuluh fraksi di parlemen untuk menduduki jabatan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia periode 2019-2024 dalam rapat paripurna MPR, Kamis 3 Oktober 2019 malam.

Dukungan untuk Bambang Soesatyo juga datang dari Partai Gerindra yang semula diberitakan hendak mengusung seorang kadernya menduduki jabatan puncak di MPR itu.

Tiga hari sebelumnya, Selasa 1 Oktober 2019, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani Nakshatra Kusyala, resmi menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024.

Puan dicalonkan oleh PDIP sebagai pemenang Pemilu 2019 sekaligus mayoritas pemegang kursi di parlemen.

Baca juga: Profil Singkat 10 Pimpinan MPR Periode 2019-2024

Terakhir, senator dari Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Mattalitti, juga meraih suara terbanyak anggota Dewan Perwakilan Daerah untuk menduduki jabatan Ketua DPD RI periode 2019-2024.

Apa yang bisa kita baca dari tiga jabatan puncak di Senayan ini? Mereka adalah trio petinggi dari satu kubu belaka: koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo, presiden yang kader partai PDI Perjuangan.

Jabatan-jabatan terpenting di Senayan ini adalah gambaran puncak dari peta kekuatan di parlemen saat ini di mana mayoritas pemilik kursi-kursi DPR adalah partai pendukung pemerintah.

Sementara figur Ketua DPD, La Nyalla, kita tahu telah mendeklarasikan secara pribadi dukungannya kepada Presiden Jokowi.

Baca juga: Siapa Paling Tajir: Puan, Bambang, atau La Nyalla?

Dari 575 kursi di DPR, koalisi partai pendukung Jokowi di pemilihan presiden lalu -- yang terdiri dari PDIP, Golkar, NasDem, PKB, dan PPP -- memiliki 349 kursi atau 60 persen. Sementara gabungan kursi empat partai lainnya hanya berjumlah 226 kursi atau 40 persen kursi DPR.

Melihat peta sebaran kekuasaan di eksekutif dan legislatif ini, yang terlihat adalah suasana politik yang begitu nyaman, tenteram, dan damai.

Tapi di balik ketenteraman itu sebenarnya terdapat ancaman yang nyata: kekuasaan tanpa penyeimbang yang memadai karena posisi partai oposisi kurang memadai. Pendulum kekuasaan berayun tidak di garis yang sama panjang.

Demokrasi di Indonesia terancam kesepian.

Dalam demokrasi, oposisi dibutuhkan untuk menyoal apa yang dilakukan oleh pemerintah: motif, tujuan, cara dan mekanisme pencapaian tujuan serta progres dari rencana tersebut.

Peranan oposisi di parlemen adalah menjaga akuntabilitas dan transparansi pemerintah. Ini yang acapkali kita sebut check and balances.

Dengan peta kekuatan di parlemen kita di atas, mudah dinujum, pemerintah akan berlenggang kangkung dalam menjalankan program-progrmanya, karena kekuatan yang merewelinya kelak, sangat lemah.

Bisa jadi, DPR kita di hari-hari mendatang, bakal jadi tukang stempel dan para anggota dewan yang mulia sangat mahir berteriak: “setujuuuuuu”. Praaak, praaak, praaaak, palu sidang diketuk tiga kali.

Bila ini memang terjadi, perselingkuhan politik untuk keuntungan sesaat, mudah sekali terjalin. Di mana-mana, dan kapan pun, perselingkuhan itu selalu ditampik dan berujung negatif.

Bisa jadi, rompi berwarna oranye kian langka di pasaran karena permintaan berlipat ganda. Banyak yang bakal memakainya.

Tentu saja kita mengharapkan tidak demikian.

Persekutuan antara pemerintah dan partai politik pendukung, sebagaimana yang dicerminkan di parlemen sekarang, saya yakin, tidak terlampau lama keberlangsungannya. Koalisi partai di negeri ini, adalah koalisi kepentingan belaka. Bukan koalisi ideologis, visi atau pun program.

Presiden Jokowi cukup jeli membaca kenyataan. Kemesraan Partai Golkar dengan Presiden SBY di masa lalu, ternyata bukan jaminan dukungan terus menerus yang diterima SBY.

Dalam berbagai kesempatan dengan rupa-rupa agenda, justeru Partai Golkar berseberangan dengan SBY. Dukungan PAN kepada Jokowi, ternyata juga bukan dukungan abadi. PAN ahirnya keluar dari kabinet.

Begitu kabinet diumumkan setelah Presiden Jokowi dilantik, riak dan gelombang pun bermunculan. Parta-partai pendukung yang keinginannya tidak terakomodasi sepenuhnya, pasti bereaksi keras. Kohesi persekutun pun mulai goyah ketik itu.

Belum lagi isu-isu dan perebutan posisi tertentu di berbagai posisi, semisal jabatan Duta Besar, Direksi dan Komisaris BUMN, yang cenderung sekarang ini jadi ajang perebutan, menjadi faktor penentu tersendiri terjaga atau rapuhnya kohesi persekutuan tersebut. Semuanya lantaran kepentingan.

Tapi yang paling mendasar, dua setengh tahun sebelum pemilu pada tahun 2024 kelak, masing-masing partai politik akan berjalan sendiri demi meraih pemilih untuk dirinya.

Tidak ada lagi yang disebut partai pendukung atau bukan. Yang ada hanya partai untuk diriku sendiri. Pada saat itulah kepentingan publik akan terabaikan.

Saya yakin, Jokowi sudah siap dengan jurus-jurus redam dan elak. Jokowi sangat sadar bahwa kemarahan pascakekecewaan, selalu dahsyat, dan itu membutuhkan talenta dan keterampilan tersendiri untuk mengatasinya.

Yang pasti, sebentar lagi mungkin Franky Sahilatua akan berdendang pedih:

Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Ingin kukenang selalu.

 

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com