Bisa jadi, DPR kita di hari-hari mendatang, bakal jadi tukang stempel dan para anggota dewan yang mulia sangat mahir berteriak: “setujuuuuuu”. Praaak, praaak, praaaak, palu sidang diketuk tiga kali.
Bila ini memang terjadi, perselingkuhan politik untuk keuntungan sesaat, mudah sekali terjalin. Di mana-mana, dan kapan pun, perselingkuhan itu selalu ditampik dan berujung negatif.
Bisa jadi, rompi berwarna oranye kian langka di pasaran karena permintaan berlipat ganda. Banyak yang bakal memakainya.
Tentu saja kita mengharapkan tidak demikian.
Persekutuan antara pemerintah dan partai politik pendukung, sebagaimana yang dicerminkan di parlemen sekarang, saya yakin, tidak terlampau lama keberlangsungannya. Koalisi partai di negeri ini, adalah koalisi kepentingan belaka. Bukan koalisi ideologis, visi atau pun program.
Presiden Jokowi cukup jeli membaca kenyataan. Kemesraan Partai Golkar dengan Presiden SBY di masa lalu, ternyata bukan jaminan dukungan terus menerus yang diterima SBY.
Dalam berbagai kesempatan dengan rupa-rupa agenda, justeru Partai Golkar berseberangan dengan SBY. Dukungan PAN kepada Jokowi, ternyata juga bukan dukungan abadi. PAN ahirnya keluar dari kabinet.
Begitu kabinet diumumkan setelah Presiden Jokowi dilantik, riak dan gelombang pun bermunculan. Parta-partai pendukung yang keinginannya tidak terakomodasi sepenuhnya, pasti bereaksi keras. Kohesi persekutun pun mulai goyah ketik itu.
Belum lagi isu-isu dan perebutan posisi tertentu di berbagai posisi, semisal jabatan Duta Besar, Direksi dan Komisaris BUMN, yang cenderung sekarang ini jadi ajang perebutan, menjadi faktor penentu tersendiri terjaga atau rapuhnya kohesi persekutuan tersebut. Semuanya lantaran kepentingan.
Tapi yang paling mendasar, dua setengh tahun sebelum pemilu pada tahun 2024 kelak, masing-masing partai politik akan berjalan sendiri demi meraih pemilih untuk dirinya.
Tidak ada lagi yang disebut partai pendukung atau bukan. Yang ada hanya partai untuk diriku sendiri. Pada saat itulah kepentingan publik akan terabaikan.
Saya yakin, Jokowi sudah siap dengan jurus-jurus redam dan elak. Jokowi sangat sadar bahwa kemarahan pascakekecewaan, selalu dahsyat, dan itu membutuhkan talenta dan keterampilan tersendiri untuk mengatasinya.
Yang pasti, sebentar lagi mungkin Franky Sahilatua akan berdendang pedih:
Kemesraan ini
Janganlah cepat berlalu
Kemesraan ini
Ingin kukenang selalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.