Tak butuh waktu lama, Pardi lantas menandatangani izin bergabungnya John Lie di ALRI. John Lie diangkat sebagai Kelasi III.
Meski berpangkat rendah, banyak perwira ALRI yang bertanya perihal pengetahuan kelautan ke John Lie.
Ia pun ditugaskan langsung oleh Pardi pada 29 Agustus 1946, pergi ke Pelabuhan Cilacap, bergabung bersama ALRI di sana. Maka, berangkatlah John Lie ke Cilacap dengan menumpang gerbong pos di kereta api uap dari Yogyakarta.
Kepala Urusan Pertahanan di Luar Negeri membeli sejumlah kapal cepat pada September 1947.
Mereka menyaring dan menyusun personalia pelaut untuk mengawaki satuan kapal cepat yang digunakan memasok kebutuhan perlengkapan perjuangan di Indonesia.
John Lie merupakan salah satu yang lolos seleksi. Ia dipercaya memimpin sebuah kapal cepat bernama "The Outlaw".
Pada operasi perdananya, "The Outlaw" melayari rute Singapura-Labuan Bilik dan Port Swettenham.
Saat itulah peran John Lie sebagai penyelundup dimulai.
Baca juga: Kisah John Lie, Hantu Selat Malaka, Pahlawan Penyelundup Senjata...
Pada Oktober 1947, John Lie mencatat "The Outlaw" memuat perlengkapan militer berupa senjata semi otomatis, ribuan butir peluru dan perbekalan dari salah satu pulau di Selat Johor ke Sumatera.
Sesampainya di Labuan Bilik, pesawat Belanda tampak terbang rendah mengitari pelabuhan. Pesawat tersebut meminta "The Outlaw" meninggalkan pelabuhan.
Namun, John Lie yang enggan meninggalkan pelabuhan, nekat berbohong dengan mengatakan kapal sedang kandas dan tidak bisa ke mana-mana.
Pesawat Belanda lantas mengarahkan dua senapan mesin melalui dua juru senjatanya ke arah "The Outlaw". Pelatuk senapan siap ditarik.
Namun, tak disangka, keajaiban terjadi. Usai memutar dan agak menukik, pesawat justru meninggalkan "The Outlaw". Seketika John Lie masuk ke kabin kemudian berlutut.
Baca juga: Tentara Tionghoa Indonesia Saat Agresi Surabaya 10 November 1945
John Lie berdoa, mengucap syukur atas kemurahan dan kasih Tuhan, "The Outlaw" menjadi berwibawa di hadapan juru tembak pesawat yang memutuskan pergi.
Belakangan, diketahui pesawat Belanda itu pergi karena menipisnya bahan bakar.
Misi perdana John Lie pun sukses. Ia bersama 22 awak kapalnya membongkar muatan senjata dan amunisi dan diserahkan ke Bupati Usman Effendi serta komandan pejuang setempat, Abu Salam.