JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Presiden Joko Widodo soal keberpihakannya dalam pemberantasan korupsi.
Mereka meminta agar Presiden Jokowi bisa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap UU KPK hasil revisi yang disahkan DPR.
Hal itu dinilainya untuk membuktikan janji Presiden Jokowi dalam pemberantasan korupsi.
"Presiden harus membuktikan janji yang sempat diucapkan dan dituangkan dalam Nawa Cita dan saat berkampanye beberapa waktu lalu," kata anggota koalisi Kurnia Ramadhana dalam Konferensi Pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (6/10/2019).
"Presiden Joko Widodo kala itu berjanji jika kelak terpilih menjadi Presiden akan memperkuat KPK dan menegaskan keberpihakan pada isu antikorupsi," ujar dia.
Baca juga: Jokowi Disarankan Terbitkan Perppu Penangguhan UU KPK, Apa Maksudnya?
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menilai, jika Presiden Jokowi tak menerbitkan perppu tersebut, Presiden Jokowi akan terkesan membiarkan kejahatan korupsi semakin berkembang.
Padahal, kata dia, syarat penerbitan perppu sudah terpenuhi. Perppu ini dinilainya mampu mengatasi sejumlah permasalahan hukum pasca-pengesahan UU KPK hasil revisi.
Syarat penerbitan Perppu UU KPK hasil revisi dianggap telah terpenuhi sesuai syarat obyektif yang diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.
Baca juga: Mantan Ketua KPK: Tak Ada Konsekuensi Hukum karena Terbitkan Perppu
Putusan itu menyebutkan bahwa ada tiga syarat.
Pertama, ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum.
"Kalaupun undang-undang tersebut ada, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan," kata Kurnia.
Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa, karena akan memakan waktu cukup lama. Padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan segera.
Kurnia mengatakan, UU KPK hasil revisi ini sudah bermasalah sejak awal bergulir. Misalnya, revisi UU KPK saat itu tak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2019.
"Selain itu, dalam proses pembahasannya tidak melaksanakan tahapan penyebarluasan dokumen terkait, termasuk draf RUU yang merupakan amanat dari Pasal 88 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata dia.
Baca juga: Kegamangan Jokowi soal Perppu KPK, antara Ancaman Parpol dan Ultimatum Mahasiswa
Kemudian revisi ini juga terkesan mengesampingkan partisipasi masyarakat.
Secara substansi, Kurnia juga menganggap UU KPK hasil revisi bermasalah. Masalah itu menyangkut keberadaan Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) hingga mencabut status pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum.
"Ketiga, KPK secara institusi tidak dilibatkan dalam proses pembahasan. Harusnya ini dipahami oleh DPR dan pemerintah, KPK adalah lembaga yang menjalankan UU tersebut di masa mendatang, lalu kenapa tidak dilibatkan?" kata Kurnia.
"Sehingga narasi penguatan yang selama ini digaungkan oleh DPR dan pemerintah akan runtuh karena KPK tidak pernah diberikan ruang untuk terlibat lebih jauh," ujarnya.
Baca juga: Eks Ketua KPK Kaget Surya Paloh Sebut Jokowi Bisa Dimakzulkan jika Rilis Perppu KPK
Ia menegaskan, perppu merupakan kewenangan konstitusional Presiden Jokowi.
Sehingga, seharusnya jangan ada lagi anggapan bahwa penerbitan perppu melanggar hukum apalagi anggapan Presiden Jokowi bisa dimakzulkan jika menerbitkan perppu.
"Maka dari itu, kami menuntut agar jajaran pemerintah mendukung langkah Presiden untuk menerbitkan perppu yang membatalkan UU Revisi UU KPK dan kembali memberlakukan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan presiden segera menerbitkan perppu tersebut," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.