JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Pengakajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono pesimistis bahwa Mahkamah Konstitusi bakal membatalkan sejumlah pasal dalam Undang-Undang tentang KPK hasil revisi yang dinilai melemahkan KPK.
Berdasarkan catatanya, dalam empat tahun terakhir, ada putusan MK yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi.
"Sebagian orang pesimis dengan MK karena dalam empat tahun terakhir, putusan yang menyangkut pemberantasan korupsi terkesan permisif," ujar Bayu dalam diskusi polemik bertajuk "Perppu Apa Perlu?" di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Baca juga: Habiburokhman: Soal Perppu KPK, Kok Bisa Presiden Dimakzulkan?
Bayu mencontohkan, MK pernah mengabulkan sebagian uji materi beberapa pasal, yakni Pasal 7 Ayat (2) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada), khususnya terkait syarat calon kepala daerah tidak berstatus terpidana dalam tindak pidana yang kemudian ditafsirkan termasuk tindak pidana percobaan atau tindak pidana ringan.
Namun, dalam putusannya, MK memberi penegasan bahwa terpidana atau terdakwa masih boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara, terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan, dan tindak pidana politik.
Kecuali, terpidana atau terdakwa yang tindak pidananya ancaman hukuman penjara 5 tahun atau lebih dan tindak pidana korupsi, makar, teroris, mengancam keselamatan negara, memecah belah NKRI.
Bayu mengingatkan MK ihwal kasus anyar Bupati Kudus M Tamzil yang ditangkap KPK pada Juli 2019.
Padahal, Tamzil baru bebas dari tahanan dalam kasus korupsi APBD Kudus pada 2015, tetapi bisa mengikuti Pemilihan Bupati Kudus 2018.
"Dari kasus bupati kudus ini misalnya, maka publik agak pesimis soal pemberantasan korupsi," ujar Bayu.
UU KPK digugat ke MK oleh sejumlah mahasiswa.
Baca juga: Mantan Ketua KPK: Tak Ada Konsekuensi Hukum karena Terbitkan Perppu
Sidang perdana uji materi terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK pun telah digelar pada Senin (30/9/2019).
Namun demikian, dalam sidang itu, majelis hakim memberikan catatan yang harus diperbaiki pemohon yang terdiri dari 18 orang mahasiswa itu.
Hakim MK menilai, pengajuan permohonan uji materi revisi UU KPK tersebut tidak memiliki kepastian.
Di sisi lain, Presiden Jokowi sebelumnya mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK setelah aksi unjuk rasa menolak UU KPK dilakukan mahasiswa di sejumlah daerah.
Hal itu disampaikan Jokowi seusai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Jokowi mengaku mendapat masukan dari para tokoh untuk menerbitkan Perppu KPK untuk menjawab tuntutan mahasiswa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.