JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Peneliti Utama LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Mochtar Pabottingi menilai, tidak ada jalan praktis lain yang bisa menyelematkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selain menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Menurut Mochtar, jika Perppu tidak diterbitkan Presiden Joko Widodo, pelemahan lembaga antikorupsi itu benar-benar terjadi.
"Apakah ada jalan lain selain perppu, sekarang ini tidak ada. Jadi Perppu adalah jalan paling praktis, singkat, dan cepat untuk menenangkan suasana sekaligus menyelamatkan KPK," ujar Mochtar dalam konferensi pers bersama para tokoh-tokoh bangsa di kawasan Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Baca juga: Moeldoko Minta Mahasiswa Tak Ngotot soal Perppu KPK
Dalam konferensi pers itu, selain Mochtar, hadir pula mantan Ketua KPK periode 2011-2015 Taufiequrachman Ruki, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti, Profesor Emil Salim, Franz Magnis Suseno, dan lainnya.
Mochtar menambahkan, publik saat ini membutuhkan pendirian yang tegas dari Presiden Joko Widodo dalam komitmenya mendukung pemberantasan korupsi lewat penerbitan Perppu untuk revisi UU KPK yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
"Publik butuh Pak Jokowi tampil sebagai seorang yang punya pendirian dan tegas. Jadi sebetulnya kita merindukan munculnya Presiden Indonesia yang tegas, kita berharap Pak Jokowi mengambil momen emas ini," paparnya kemudian.
Mochtar menyarankan Presiden Jokowi untuk mengabaikan jika ada suara penolakan terhadap perppu.
Baca juga: Istana: Perppu KPK Seperti Buah Simalakama...
Menurut Mochtar, penolakan terhadap perppu, terutama yang disuarakan partai, adalah agenda kepentingan politik sempit untuk tidak diseret KPK jika melakukan perbuatan menyimpang.
"Apa yang disampaikan parpol adalah kepentingan politik singkat, pendek, dan sempit. Itu dilakukan untuk memelihara keamanan mereka dalam hal korupsi," ungkapnya kemudian.
Diberitakan, Presiden Jokowi didesak menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Desakan muncul dari aktivis antikorupsi, koalisi masyarakat sipil, hingga mahasiswa.
Mereka menganggap, UU KPK hasil revisi melemahkan lembaga antirasuah tersebut secara kelembagaan.
Presiden sendiri berjanji mempertimbangkan menerbitkan perppu. Hal itu disampaikan Jokowi seusai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, terutama masukan itu berupa perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi," kata Jokowi.
Baca juga: Perppu KPK, Puan Minta Publik Tunggu Hingga Pelantikan Jokowi-Maruf
Belakangan, sejumlah pihak menyuarakan penolakan terhadap penerbitan Perppu. Salah satunya adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Ya kan ada jalan yang konstitusional yaitu judicial review di MK. Itu jalan yang terbaik karena itu lebih tepat. Kalau perppu itu masih banyak pro-kontranya," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (1/10/2019).
"Karena baru saja Presiden teken berlaku langsung Presiden sendiri tarik. Kan tidak bagus. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah kalau baru teken berlaku kemudian kita tarik. Logikannya di mana?" kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.