JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menjerat direktur utama Badan Usaha Milik Negara sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi.
Kali ini, KPK menetapkan Dirut PT Industri Telekomunikasi Indonesia Darman Mappanggara sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap terkait proyek baggage handling system di PT Angkasa Pura Propertindo yang dikerjakan PT INTI.
"Setelah menemukan bukti pemulaan yang cukup, KPK melakukan penyidikan baru dengan tersangka DMP (Darman), Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia Persero," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/10/2019).
Febri menyampaikan, Darman diduga memberi suap senilai Rp 1 miliar kepada Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam (AYA) terkait sejumlah proyek di PT Angkasa Pura Propertindo termasuk proyek baggage-handling system di enam bandara.
Baca juga: Ungkap Dugaan Suap Antar-BUMN, Ini Kata KPK
PT INTI diduga mendapatkan sejumlah proyek tersebut berkat bantuan Andra.
Adapun Andra diduga menjaga dan mengawal proyek-proyek tersebut supaya dimenangkan dan dikerjakan oleh PT INTI.
"KPK mengidentifikasi komunikasi antara tersangka DMP dan AYA terkait dengan pengawalan proyek-proyek tersebut," ujar Febri.
Febri menyebut, Darman menggunakan sandi-sandi khusus dalam melakukan praktik suap. Dua sandi yang digunakan adalah "buku" dan "dokumen".
"Komunikasi yang digunakan menggunakan kode buku atau dokumen yang kami duga ini mengarah pada kata pengganti dari uang yang diserahkan sebagai suap terhadap AYA," kata Febri.
Sandi-sandi itu digunakan Darman kepada staf PT INTI Taswim Nur (TSW) yang bertugas menyerahkan uang suap senilai Rp 1 miliar dalam bentuk 96.700 dollar Singapura itu kepada Andra melalui sopir Andra.
Suap antar-BUMN
Atas penetapan Darman sebagai tersangka, KPK menyayangkan masih adanya praktik suap di BUMN maupun suap antar-BUMN.
Baca juga: KPK Panggil Dirut PT AP II sebagai Saksi Kasus Suap Baggage Handling System
Febri mengatakan, praktik suap antar-BUMN akan merugikan bagi BUMN sekaligus tidak baik untuk penciptaan standar pencegahan korupsi.
"Tidak baik untuk penciptaan standar pencegahan korupsi atau standar bisnis yang sehat di sektor swasta karena semestinya BUMN bisa punya standar yang jauh lebih kuat karena BUMN mengelola kepentingan publik," kata Febri.
Febri mengatakan, KPK mengingatkan BUMN dan BUMD di seluruh Indonesia untuk lebih serius menerapkan prinsip good corporate governance dalam menjalankan bisnis.