Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Manufaktur Prasangka di Era Demokrasi

Kompas.com - 02/10/2019, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


AWAN gelap tengah menyelimuti suasana bernegara di republik ini. Gelombang aksi mahasiswa berlangsung tanpa henti. Lautan pernyataan saling benci dan ancam menggema oleh elite di dinding publik.

Prasangka menjadi manufaktur. Dikapitalisasi, didistribusi sembari dipercanggih dengan logika hoaks di era post-truth. Kebenaran adalah apa yang ingin didengar. Bukan apa yang senyatanya terjadi.

Pemicunya berawal dari dugaan operasi senyap di parlemen. Menjelang detik-detik berakhir masa jabatan anggota parlemen periode (2014-2019), sejumlah RUU didorong untuk disetujui dan disahkan Presiden.

Di antaranya, RUU Revisi UU KPK, RUU KUHPid dan RUU Pertanahan. RUU Revisi UU KPK lolos disetujui. Tinggal disahkan dan diberi penomoran.

Sejalan dengan itu, kebakaran hutan juga melanda. Diduga ada praktik kesengajaan oknum yang tentu hukum harus membuktikan.

Demikian pula, secara “kebetulan”, pimpinan KPK telah terpilih dengan polemik dugaan defisit integritas. Belum lagi tragedi Wamena. Semua berakumulasi. Seolah menjadi teror pada publik yang gelisah.

Mudah diduga. Praktik-praktik di atas menimbulkan reaksi di publik. Mahasiswa bergerak. Atas nama panggilan nurani.

Bahkan, diperkencang sesuatu yang mengejutkan. Anak-anak Sekolah Teknik Menengah (STM) ikut aksi. Terjadi konflik besar selain di ibukota juga di sejumlah kota.

Semua serba mengkhawatirkan. Sementara tanggal menuju pelantikan presiden dan/wakil presiden 20 Oktober pun semakin dekat.

Locus Demokrasi

Ada banyak sinyal yang menunjukkan, suasana demokrasi yang kita nikmati pasca reformasi, mengandung ancaman mengintai.

Jack Snyder pernah menulis buku From Voting to Violence: Democratization and Nationalist Conflict (2000) yang memaparkan secara meyakinkan bahwa dalam banyak kasus, transisi menuju demokrasi seringkali menimbulkan kerusuhan, SARA, perang dan disintegrasi antar bangsa.

Tesisnya mengatakan, demokratisasi tidak hanya bisa gagal, bahkan sering gagal di tangan demokrat yang tak becus. Sekaligus juga sering digagalkan oleh para provokator berkedok nasionalis.

Menurut Parakitri T Simbolon (Kompas, 2001), setelah menggagalkan demokrasi, mereka membalikkan kekuasaan yang anti demokrasi.

Filsuf Giorgio Agamben lebih canggih lagi berpandangan. Ia khawatir, demokrasi dalam perjalanannya lebih dipahami sebagai sistem penyelenggaraan kekuasaan dibandingkan sebagai sistem yang menakar legitimasi penyelenggaraan kekuasaan.

Dia mencurigai, ada praktik yang serba mendaruratkan suatu kondisi di rezim demokrasi. Darurat didalilkan normal di rezim demokrasi dimaksud, nyaris tanpa batas waktu yang jelas, akibatnya kekerasan dapat terjadi setiap saat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com