Terlebih, obyek UU yang diujikan juga belum jelas dikarenakan belum memiliki nomor dan tahun pengesahan.
"Saya melihatnya, ini mau menguji apa? Formil atau materiil? Kalau dari kuasanya, ini pengujian terhadap UU 30, kemudian muncul penerima kuasa menambahkan lebih dari itu, di luar kehendak pemberi kuasa," kata dia.
"Yang mana yang mau diujikan formil? Obyeknya sudah jelas belum? Kalau tidak ada obyeknya, mau bagaimana diujikan formil?" ucap dia.
Enny pun meminta para pemohon untuk membaca lagi dan memperjelas uji materi yang mereka ajukan, antara lain soal uji materi untuk Pasal 30 Ayat 13 yang menyatakan agar presiden RI tidak wajib menetapkan calon komisioner KPK terpilih.
Dalam UU, pasal tersebut berbunyi bahwa presiden RI wajib menetapkan calon terpilih paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat pimpinan DPR.
"Kapan ditetapkannya calon terpilih itu kalo tidak wajib ditetapkan dalam waktu 30 hari? Berarti akan membuka ruang adanya ketidakpastian hukum. Sementara komisioner sudah habis masa berlakunya. Apa tidak jadi persoalan? Dipikirkan semua ini, kira-kira mana yang ada persoalan norma?" kata dia.
Seperti tugas kuliah
Hakim MK juga menilai, penjelasan pemohon uji materi revisi UU KPK seperti tugas kuliah yang sedang dikerjakan mahasiswa.
Enny menilai, surat kuasa yang diajukan pemohon terlihat tidak konsisten antara pemberi kuasa dengan menerima kuasa dari 18 pemohon.
"Penjelasannya sebetulnya, kalau lihat legal standing (kedudukan hukum) itu pokok sekali sebelum melihat ke pokoknya, pintu masuknya harus dilihat punya tidak kedudukan hukum," kata dia.
"Di sini memang ada penjelasan tapo penjelasannya ini kayak mahasiswa sedang bagi2l-bagibtugas terus digabung. Fontasi tidak sama, ada yang arial, ada yang times new roman, spasinya tidak sama. Ini kayaknya dibagi-bagi terus digabung," kata Enny.
Baca juga: MK Tolak Uji Materi jika Revisi UU KPK Belum Bernomor hingga Waktu yang Ditentukan
Ia mengatakan, seharusnya penulisan permohonan yang dilakukan para pemohon lebih rapi dan bagus.
Terlebih, materi tersebut dipublikasikan sehingga masyarakat umum bisa membacanya.
Enny juga mengkritik tentang identitas pemohon yang di antaranya ada yang berstatus politisi dan swasta tetapi disebutkan sebagai mahasiswa.
"Pemohon 1-18, ada yang swasta dijadikan mahasiswa. Politisi jadi mahasiswa. Yang benar yang mana? Harus dicek satu lwr satu. Apa kerugian hak konstitusional masing-masing?" kata dia.