JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut kerusuhan yang terjadi di Wamena, Papua, disebabkan oleh kesalahpahaman terkait isu seorang guru yang disebut melecehkan muridnya dengan perkataan bernada rasial.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, kesalahpahaman itu terjadi ketika seorang guru di SMA PGRI tengah mengajar dan meminta seorang muridnya untuk berbicara lebih keras.
"Ada seorang guru, itu guru pengganti jadi ketika mengajar sebetulnya kalau menurut versi ibu ini dia tidak mengucapkan 'kera' tapi 'keras'," kata Taufan di Kantor Komnas HAM, Senin (30/9/2019).
Taufan menuturkan, mulanya peristiwa yang terjadi pas Rabu (18/9/2019) itu tak menjadi persoalan. Persoalan baru muncul tiga hari berikutnya yaitu pada Sabtu (18/9/2019).
Baca juga: Wiranto Sebut Kerusuhan Wamena Dimotori OPM dan Benny Wenda
Taufan mengatakan, saat itu ada beberapa orang yang marah karena mendapat informasi terkait ucapan guru tersebut.
Namun, kemarahan itu dapat diredam setelah dilakukan klarifikasi yang mengundang guru tersebut beserta murid-muridnya.
"Bahkan setelah sekolah sempat bernyanyi bersama sama dengan murid yang lain karena ada satu muridnya yang ulang tahun, baik-baik saja enggak ada apa-apa," ujar Taufan.
Namun, suasana tiba-tiba memanas pada Minggu keesokan harinya ketika sekolah tersebut mulai diserang sejumlah orang.
Lalu, pada Senin (23/9/2019) gelombang unjuk rasa pun mulai membesar karena tersulut isu pernyataan guru tersebut.
Baca juga: Komnas HAM Kutuk Kerusuhan di Wamena
Menurut Taufan, hal itu mengherankan karena dugaan pernyataan bernada rasialis sudah diselesaikan pada Sabtu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.