JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyayangkan tindakan represif aparat Kepolisian kepada mahasiswa saat unjuk rasa menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi di sejumlah daerah.
Padahal, Ray Rangkuti menilai tindakan represif itu justru akan membuat massa marah dan gerakannya semakin membesar.
"Sehari-dua hari diam, iya. Tapi nantinya mereka akan turun lagi. Jadi enggak ada gunanya meredam aksi dengan tindakan represif," kata Ray dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (28/9/2019).
Ray mengungkapkan, jika ke depan parat masih mengedepankan tindakan represif, hal itu akan sangat berbahaya. Antipati kepada aparat akan muncul.
Baca juga: Wapres Persilakan Mahasiswa Demonstrasi, Asalkan Tak Anarkistis
Apalagi, sudah ada dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, yang meninggal dunia setelah mengikuti unjuk rasa yang berujung kericuhan.
"Makin represif mereka malah akan semakin berkembang kemauan untuk melakukan aksi," ujar Ray yang juga ikut dalam demonstrasi mahasiswa 1998 ini.
Ray mengatakan, dirinya tidak pernah pesimistis dengan gerakan mahasiswa. Ia juga menilai aksi unjuk rasa mahasiswa masih relevan untuk terus dilakukan meski sejumlah RUU kontoversial telah ditunda pengesahannya.
Sebab, sampai saat ini Presiden juga belum memutuskan menerbitkan perppu untuk mencabut revisi UU KPK yang telah disahkan menjadi UU.
"Padahal, UU KPK yang baru disahkan ini nyata-nyata melemahkan KPK," kata dia.
Baca juga: Polri Dituntut Proses Hukum Polisi yang Lakukan Kekerasan Saat Demo di Sekitar Senayan
Kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran penolak RKUHP dan UU KPK hasil revisi di penjuru Indonesia menjadi sorotan.
Sejumlah video yang beredar di media sosial tampak jelas polisi melayangkan pukulan, tendangan, dan benda tumpul ke arah demonstran yang sudah tidak berdaya.
Di Jakarta, sekitar 90 demonstran dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Sebanyak tiga orang di antaranya mengalami luka serius di bagian kepala sehingga membutuhkan perawatan intensif.
Di daerah, kondisinya nyaris serupa. Demonstrasi awalnya berujung damai, tetapi ujung-ujungnya bentrok dengan aparat.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, dua mahasiswa tewas.
Baca juga: Jokowi Minta Publik Tak Asal Tebak Pelaku Penembakan Mahasiswa UHO
Pertama, seorang mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo bernama Randi (21) yang meninggal karena mengalami luka tembak di dada sebelah kanan.
Kedua, Muhammad Yusuf Kardawi (19), mahasiswa teknik sipil Universitas Halu Oleo yang meninggal Jumat (27/9/2019).
Yusuf meninggal akibat luka benturan tak beraturan di kepala. Terdapat sekitar lima luka dengan panjang 4 sampai 5 sentimeter di kepala Yusuf.
Ketiga, seorang demonstran yang belum diketahui identitasnya meninggal dunia di bilangan Slipi, Jakarta, tepatnya pada Rabu (25/9/2019) malam.
Polisi menyebut, demonstran itu meninggal dunia akibat kekurangan oksigen, bukan akibat tindak kekerasan aparat.
Tidak hanya demonstran, para jurnalis juga menjadi korban intimidasi hingga kekerasan yang dilakukan aparat di tengah meliput.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.