Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Dinilai Ancam Kebebasan Berekspresi

Kompas.com - 27/09/2019, 16:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai keberadaan Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) bisa mengancam kebebasan berekspresi.

"Kenapa mengancam? Pertama, kalau kita lihat identifikasi ancaman siber itu sangat luas, misalnya salah satunya konten yang destruktif dan negatif," kata Wahyudi dalam diskusi di Setara Institute, Jakarta, Jumat (27/9/2019).

Ketentuan itu termuat dalam Pasal 11 Ayat (2) huruf d yang pada intinya menyebutkan bahwa salah satu ancaman siber adalah "konten yang mengandung muatan destruktif dan atau negatif".

Baca juga: DPR Dinilai Perlu Bahas RUU KKS dengan BSSN dan BIN

"Tanpa kemudian ada penjelasan memadai apa yang dimaksud sebagai konten destruktif dan negatif, itu membuka penafsiran sangat luas bagi penyelenggara keamanan siber nanti untuk mengidentifikasi konten yang dianggap destruktif dan negatif," ujar dia.

Terkait ketentuan itu, kata Wahyudi, RUU ini juga memberikan wewenang kepada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan pembatasan terhadap platform dan konten internet.

"Jika kemudian ditengarai ada platform atau konten yang destruktif, negatif, atau dianggap membahayakan tanpa kemudian ada kejelasan, kejelasan tadi apa sih yang dimaksud negatif dan destruktif? Itu akan berisiko," ungkap Wahyudi.

Ia juga tidak melihat adanya penjelasan terkait prosedur terkait pembatasan konten di internet. Padahal, pembatasan sejatinya memerlukan rangkaian prosedur hingga muncul keputusan bahwa konten itu layak dibatasi.

"Artinya ini memberikan wewenang yang sangat besar bagi negara, pemerintah, untuk memilah dan mengidentifikasi satu konten kemudian diblok aksesnya, bahkan sampai dilakukan take down," ujarnya.

Hal itu dinilainya sangat mengganggu warga negara untuk menikmati haknya dalam berekspresi. Di sisi lain, ketentuan itu juga bisa mengancam keberlangsungan penyedia platform berbasis konten atau content provider.

"Tentu ini sangat mengganggu ya penikmatan hak berekspresi, baik individu maupun penyedia platform, terutama mereka yang produksinya konten, content provider itu sangat terganggu jika rumusan itu diterima dalam rancangan," ujarnya.

Sebelumnya, anggota Panita Khusus (Pansus) RUU KKS Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, kehadiran RUU KKS diperlukan untuk menjamin keamanan siber di Indonesia.

Baca juga: Pansus: RUU KKS Kemungkinan Dibahas Periode Berikutnya

Namun, menurut dia, RUU KKS tidak bisa diselesaikan dalam waktu dekat mengingat masa bakti wakil rakyat segera berakhir.

RUU KKS diketahui menggantikan RUU tentang Persandian yang ada di dalam Prolegnas periode 2015-2019.

Adapun sejumlah pihak meminta DPR untuk menunda pengesahan RUU KKS pada periode ini.

Sebab, beberapa pasal masih perlu dikaji ulang, terutama terkait dengan wewenang BSSN terhadap institusi negara lain dalam RUU tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com