JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat akan menyiapkan draf untuk memperbaiki Rancangan Undang-Undang Pertanahan dan RUU Minerba.
Adapun LSM yang tergabung dalam koalisi itu di antaranya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), dan Aliansi Masyarakat Adat.
"Penundaan pengesahan RUU Pertanahan dan RUU Minerba jadi momentum untuk masyarakat memperbaiki sejumlah pasal bermasalah," ujar Ketua KPRI Anwar Sastro Ma'ruf dalam konferensi pers koalisi di kantor Walhi, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
"Untuk itu, koalisi akan menyiapkan naskah akademik. Jadi memberikan legal drafting (perancangan hukum) untuk kedua RUU itu," kata dia.
Baca juga: DPR Tunda Pengesahan RUU Pertanahan, Ini Penjelasannya
Menurut Anwar, untuk memperbaiki sejumlah pasal bermasalah dalam kedua RUU itu, pelibatan masyarakat sipil sangat diperlukan.
Tidak cukup sekadar dalam daftar inventarisasi masalah (DIM), tetapi juga perancangan hukum atau legal drafting.
"Ke depan tidak hanya DIM, enggak cukup hanya dengan itu. Ke depan, legal drafting ini diharapkan mampu membuka ruang penyelesaian konflik atas masifnya perizinan di bidang sumber daya alam," ucap Anwar.
Sejauh ini, lanjut Anwar, RUU Pertanahan cenderung tidak menghormati kewenangan masyarakat adat untuk mengatur hak atas tanah di dalam wilayah adatnya.
Ia menambahkan, dalam RUU Pertanahan, hukum adat juga tidak diakui sebagai instrumen penyelesaian konflik.
"RUU ini mencerminkan sikap pemerintah dan DPR yang terus menerus menolak keberadaan masyarakat adat, berikut hak masyarakat adat atas wilayahnya," ucapnya.
Baca juga: RUU Mineral dan Batubara Disahkan, Pegiat Lingkungan Menolak
Terkait RUU Minerba, seperti diungkapkan Anwar, rancangan ini mengakomodasi kepentingan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang ada untuk diperpanjang dua kali 10 tahun dan mengusahakan kembali wilayahnya dalam bentuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
"Selain itu, rencana peraturan ini berpotensi mengabaikan pemulihan dan kriminalisasi masyarakat yang menolak tambang," kata dia.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo berharap, penundaan pengesahan empat revisi dan rancangan undang-undang bisa dimanfaatkan DPR untuk memperbaiki pasal-pasal yang kontroversial.
Keempat RUU tersebut ialah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan.
Bambang menegaskan, keempat RUU itu ditunda pengesahannya hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Jika RUU belum juga disahkan hingga masa sidang akhir DPR, 30 September 2019, akan dibahas DPR periode mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.