JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo sudah menekankan kepada Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian untuk menangani demonstran dengan tidak menggunakan cara-cara represif.
Kapolri pun sudah berkomitmen dengan instruksi tersebut.
Namun rupanya Presiden masih mendengar informasi bahwa ada personel polisi melakukan tindakan kekerasan terhadap demonstran, beberapa hari terakhir.
"Saya sejak awal (memerintahkan Polri tidak menggunakan cara represif). Kemarin saya ulangi juga kepada Kapolri agar jajarannya tidak bertindak represif," ujar Jokowi dalam pernyataan pers di Kompleks Istana Presiden, Jumat (27/9/2019).
"Dan yang disampaikan oleh Kapolri kepada saya, tidak ada perintah apapun dalam rangka demo ini, membawa senjata," lanjut dia.
Baca juga: Jokowi Telepon Kapolri soal Kekerasan Polisi Terhadap Demonstran
Atas kekerasan polisi terhadap demonstran yang terjadi di penjuru daerah, Presiden pun sudah meminta Kapolri melakukan investigasi internal.
"Jadi akan ada investigasi lebih lanjut," ujar Jokowi.
Ketika ditanya apakah artinya Kapolri mengabaikan instruksinya, Presiden mengakui, pengelolaan personel memang hal yang sulit. Apalagi dalam jumlah besar.
"Ini kan menyangkut ribuan personel, ribuan personel yang ada di seluruh Tanah Air," ujar Jokowi.
Kekerasan yang dilakukan polisi terhadap demonstran penolak RKUHP dan UU KPK hasil revisi, Selasa (24/9/2019) dan Rabu (25/9/2019) di penjuru Indonesia, jadi sorotan.
Sejumlah video yang beredar di media sosial, tampak jelas polisi melayangkan pukulan, tendangan dan benda tumpul ke arah demonstran yang sudah tidak berdaya.
Di Jakarta, sekitar 90 demonstran dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Sebanyak 3 di antaranya mengalami luka serius pada bagian kepala sehingga membutuhkan perawatan intensif lebih lama dibandingkan yang lainnya.
Baca juga: Jenderal Tito Didesak Buka Suara soal Kekerasan Polisi ke Demonstran
Di daerah, kondisinya nyaris serupa. Demonstrasi awalnya berujung damai, namun ujung-ujungnya bentrok dengan aparat.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, dua mahasiswa tewas.
Baca juga: Ombudsman RI Ingatkan Polisi Tak Represif Hadapi Demonstrasi Mahasiswa
Polisi membantah peluru yang bersarang di tubuh mahasiswa malang tersebut adalah milik aparat. Sebab, polisi yang menangani demonstran tidak dibekali peluru apapun. Bahkan termasuk peluru karet.
Menyusul Randi, mahasiswa Muhammad Yusuf Kardawi (19), mahasiswa teknik sipil Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, juga meninggal dunia, Jumat (27/9/2019).
Yusuf meninggal diakibatkan luka benturan tak beraturan di kepalanya. Terdapat sekitar lima luka dengan panjang sekitar 4 sampai 5 sentimeter di kepala Yusuf.
Ketiga, seorang demonstran yang belum diketahui identitasnya meninggal dunia di bilangan Slipi, Jakarta Barat, tepatnya pada Rabu (25/9/2019) malam.
Baca juga: Perdarahan di Kepala, Mahasiswa Kendari Yusuf Kardawi Habiskan 16 Kantong Darah
Polisi menyebut, demonstran itu meninggal dunia akibat kekurangan oksigen. Bukan akibat tindak kekerasan aparat.
Bahkan, tidak hanya demonstran, para jurnalis juga menjadi korban intimidasi hingga kekerasan yang dilakukan aparat di tengah meliput.